Lanyala Sosok Pemberani, Tepat Memimpin PSSI

Sepak bola Indonesia berada dalam situasi kritis. Oleh karena itu, sosok perencanaan perlu dilakukan untuk melakukan pembenahan secara menyeluruh, menyangkut semua aspek dan pengiriman persepakbolaan nasional.

Membenahi sepak bola Indonesia yang dalam kondisi keropos dan rusak parah tidak bisa dengan cara biasa-biasa saja, harus cepat, progresif, komprehensif dan revolusioner.

Dari sekian nama yang muncul di bursa calon Ketua Umum PSSI, ada satu nama yang sangat layak dan bisa jadi jawaban atas situasi akut saat ini yaitu, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti.

LaNyalla bukan nama baru dalam kancah persepakbolaan nasional, beliau adalah mantan Ketua Umum PSSI yang karena motif politik dan kepentingan orang tertentu, dikriminalisasi dan akhirnya harus meninggalkan kursi Ketua Umum PSSI.

Meski cukup singkat memimpin PSSI, LaNyalla mampu membuat gebrakan untuk memberantas mafia di persepakbolaan nasional, membawa Timnas U-19 menjuarai Piala AFF 2013 dan capaian berarti lainnya.

Menelisik seberapa keropos dan rapuhnya pengelolaan persepakbolaan nasional, hingga mencapai puncaknya terjadinya Tragedi Kanjuruhan yang merenggut nyawa ratusan suporter Arema FC. 

Persepakbolaan nasional membutuhkan sosok dengan rekam jejak yang jelas dan punya perhatian lebih dalam mengelola sepak bola.

LaNyalla akan memprioritaskan pembenahan infrastruktur sepak bola secara menyeluruh dan simultan, baik perangkat keras maupun lunak. 

Stadion sepak bola, sarana dan prasarana latihan, wasit dan perangkat pertandingan, kurikulum pembinaan usia dini, dan pelatih berkualitas harus menjadi prioritas program. Begitu juga pemberantasan mafia bola, menjadi agenda utama.

Pembinaan usia dini, juga akan menjadi perhatian serius dan menjadi salah satu prioritas program dari Ketua DPD RI ini.

Klub-klub peserta Liga baik Liga I, II maupun III akan mendapatkan fasilitasi dan support yang maksimal hingga bisa mengikuti kompetisi dengan baik. Mereka wajib memiliki tim kelompok umur di berbagai level. 

Setiap klub peserta Liga harus memiliki akademi sepakbola yang terstandar, baik fasilitas, pelatih, maupun kurikulumnya. Tidak boleh tidak dan tanpa kompromi. Karena hanya dengan pembinaan usia dini yang berkualitas, maka akan mampu melahirkan pemain-pemain yang berkualitas.

Kompetisi domestik di berbagai level harus ditingkatkan kualitasnya. PT LIB sebagai operator kompetisi harus mampu mengelola kompetisi secara efektif, efisien dan berkualitas. Fokus pada kualitas bukan kuantitas. 

Kompetisi harus dijalankan dengan Standar Operasional Prosedur (SOP) yang ketat, jelas, dah tegas. Tragedi Kanjuruhan harus jadi catatan kelam, yang tidak boleh terulang.

LaNyalla sangat paham, selama kompetisi kita masih amburadul, gaduh, rusuh. Klub-klub peserta Liga juga tampil dengan kualitas seadanya, home base yang tidak jelas, pindah pindah tempat seperti nomaden, dengan sarana dan prasarana yang serba terbatas, ditambah lagi mafia bola yang mencengkeram kompetisi, maka kompetisi sepak bola kita akan tetap terpuruk. 

Apalagi kualitas dan profesionalisme wasit dan perangkat pertandingan lainnya juga masih terus jadi sorotan, maka berharap kompetisi kita membaik dan akhirnya bermuara pada pembentukan Timnas yang berkualitas, bagaikan menggantang asap. Jauh panggang dari api.

LaNyalla tentu menyadari dengan segala hiruk pikuk, kegaduhan, dan kerusuhan yang terjadi, ranking kompetisi kita berada di urutan antah berantah di level Asia. Ranking kompetisi berbanding lurus dengan prestasi klub klub kita di kompetisi antar klub Asia. 

Klub terbaik Liga I kita, nyatanya sangat sulit bersaing dengan klub negara lain. Jangankan dengan klub asal Jepang, Korsel, Arab Saudi, Iran, Uzbekistan dll, dengan klub asal Malaysia, Singapura, Myanmar dan Kamboja aja sudah tertinggal. 

Memang Liga I kita terlihat ramai, heboh, dengan jumlah suporter dan penonton yang besar, sponsor bertaburan, tapi keropos, tak berkualitas, beda tipis dengan kompetisi Tarkam.

Di level Asia, kompetisi klub teratas kita (Kompetisi Liga I) tahun 2022, berada di ranking 27, Malaysia 10, Thailand 11, dan Vietnam urutan 12. Kita berada di urutan enam tingkat Asia Tenggara, di bawah Malaysia, Thailand, Vietnam, Singapura dan Filipina, hanya sedikit lebih baik dari Brunei Darussalam, Laos dan Timur Leste.

Janganlah dibandingkan dengan negara Arab Saudi, Jepang, Korsel, Uzbekistan, Iran, Qatar, dan juga UEA sebagai negara negara elit sepak bola Asia, kita seolah berada di posisi antah berantah. Itulah kondisi sepak bola kita hari ini. Tragis dan miris, tapi itulah faktanya.

Untuk itu, PT LIB sebagai operator kompetisi perlu terus dibenahi, direformasi dan mau belajar ke negara-negara tetangga yang level kompetisinya jauh lebih baik dari kita. Kenapa mereka bisa mengelola kompetisi sebegitu baik. Padahal dari sisi potensi dan sumber daya, kita punya lebih dari mereka.

Persoalannya mau tidak kita berubah untuk maju, berubah menjadi lebih baik. Langkah apa yang bisa dan harus kita lakukan untuk mengoptimalkan potensi yang ada tersebut menjadi produktif, menjadi bermakna bagi peningkatan kualitas persepakbolaan Indonesia?

LaNyalla melihat Kongres Luar Biasa (KLB) PSSI yang sebentar lagi digelar, sebagai bagian dari transformasi PSSI pasca Tragedi Kanjuruhan, bisa menjadi momentum dan tonggak perbaikan secara menyeluruh terhadap seluruh aspek dan sendi-sendi persepakbolaan Indonesia, tanpa kecuali. 

Dalam kesempatan ini, LaNyalla juga mengajak seluruh stakeholder sepak bola nasional terlibat baik secara aktif maupun pasif, sehingga KLB PSSI nasional mampu menghasilkan Visi, Misi dan Program yang dapat menjawab dan menjadi solusi terbaik bagi persepakbolaan.

Khusus kepada para pemilik suara (pemilih) di antaranya yaitu klub-klub Liga I, Asosiasi Pendiri PSSI, serta Asosiasi Provinsi PSSI yang memiliki mandat/suara untuk memilih Ketua Umum PSSI dan anggota Exco PSSI, LaNyalla berharap mampu bertindak jujur, transparan, objektif, dan sportif. Mampu memilah dan memilih orang-orang yang kompeten, punya integritas dan moralitas yang baik, profesional dan memiliki rekam jejak yang mumpuni dalam mengelola persepakbolaan nasional. 

Kongres PSSI harus menjauhi praktik politik uang dan kepentingan-kepentingan lain di luar urusan sepakbola. Apalagi menjelang tahun politik ini, maka sangat dimungkinkan adanya intervensi politik dari pihak-pihak tertentu. Nasib dan wajah PSSI ke depan sangat tergantung kepada para pemilik suara.

Semoga LaNyalla mampu meNyalakan PSSI dan mengembalikan Kejayaan Sepak Bola Indonesia, sehingga rindu, harapan dan mungkin juga mimpi kita untuk memiliki Timnas Sepak Bola yang membanggakan, berkualitas, dan mampu berprestasi di level ASEAN, Asia bahkan lolos Piala Dunia. Semoga!

Oleh :  Bustami Zainudin