Gagasan lahirnya KPK atau Komisi Pemberantasan Korupsi dimulai era Presiden Megawati 2002. Secara yuridis formal dilandasi oleh UU No. 30 Tahun 2002.
Alasannya sederhana untuk mendukung penguatan lembaga penegak hukum lainnya sepert kepolisian, Kejaksaan dalam masalah korupsi.
Namun banyak yang menilai bahwa lahirnya UU KPK tersebut banyak dipengaruhi oleh ketidak percayaan publik terhadap Kepolisian, Kejaksaan dalam pemberantasan korupsi.
Sejak berdirinya KPK 2002 publik sangat berharap sekali bahwa pemberantasan korupsi ditanah air benar - benar dapat berjalan efektif.
Sudah banyak sekali yang tertangkap oleh KPK dan diproses kemeja hijau oleh pengadilan Tipikor. Rata - rata dilakukan dengan cara OTT oleh KPK.
Ironisnya yang ditangkap oleh KPK adalah para aparatur negara mayoritas adalah para kepala daerah. Baik Gubernur, Bupati, Walikota dan status Menteri serta pengusaha.
Dalam UU No. 30 Tahun 2002 sangat jelas berbunyi bahwa pemberantasan tindak pidana korupsi adalah serangkaian tindakan untuk mencegah dan memberantas tindak pidana korupsi.
Melalui upaya koordinasi, supervisi, monitor, penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan, dengan peran serta masyarakat.
Dalam prakteknya paling efektif yang dilakukan oleh KPK terhadap prilaku tindak pidana korupsi dengan cara metode OTT (Operasi Tangkap Tangan).
Inilah yang paling ditakuti oleh para pelaku tindak pidana korupsi selama ini. Sehingga dalam revisi UU KPK yang baru metode OTT banyak yang ingin menghapusnya.namun gagal.
Akan tetapi pelemahan KPK dengan mengamputasi tugas kewenangannya dengan melakukan revisi UU KPK masih menunjukan bahwa penegakan hukum atas tindak pidana korupsi berjalan penuh tantangan dan hambatan.
Salah satu yang menarik dalam point UU No. 30 Tahun 2002 adalah adanya penegasan bahwa pemberantasan korupsi tidak hanya semata - mata ranah penegak hukum. Akan tetapi peran serta masyarakat harus dilibatkan didalamnya.
Inilah yang saat ini masih kurang dipahami oleh kita semua termasuk oleh para penegak hukum itu sendiri. Peran partisipasi masyarakat merupakan tonggak paling utama jika korupsi benar - benar ingin diberantas oleh penegak hukum.
Dan secara khusus fungsi atau wewenang KPK melakukan monitor terhadap penyelenggaraan pemerintahan negara. Supervisi terhadap instansi yang berwenang melaksanakan pemberantasan tindak pidana korupsi. Melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi.
Jika dipahami secara umum tugas wewenang KPK menjaga agar para penjabat publik dalam mengelolah keuangan negara apakah berbasis APBD/APBN tidak disalah gunakan diselewengkan demi kepentingan pribadi.
Walaupun keberadaan KPK sudah hampir 20 tahun lamanya sejak 2002, namun masalah korupsi sepertinya masih menjadi ladang subur prilaku menyimpang yang dilakukan oleh para penjabat publik. Seiring dengan lahir otonomi daerah, lahirnya kabupaten baru ditanah air lahirnya raja - raja kecil di daerah.
Geliat prilaku korupsi dengan segala macam modus operandi fengan mengakali berbagai proyek APBD/APBN oleh penjabat publik menjadi tontonan setiap saat.
Seolah - olah tidak ada lagi rasa takut apalagi malu melakukan tindak pidana korupsi. Kekuasaan jabatan hanya dipahami sebatas bagaimana meraih kekayaan materi dengan cepat.
Sumber : Abbas Karta / Ketua K3PP Tubaba