Judul : حفظنا لهذا المصحف
Penulis : Ahmad Bahaudin bin Nur Salim
Penerbit : UII-Press
Tahun : 2013
Tebal : 96 halaman
Penulis : Ahmad Bahaudin bin Nur Salim
Penerbit : UII-Press
Tahun : 2013
Tebal : 96 halaman
حفظنا لهذا المصحف لبهاء الدين بن نور سالم
Buku tentang penjelasan rasm usmani dilengkapi contoh dan penjelasan yang disadur dari buku al-Muqni' karya Abu 'Amr Usman bin Sa'id ad-Dani (w. 444 H.)
Buku tipis yang ditulis oleh Ahmad Bahauddin bin Nur Salim dari Narukan, Kragan, Rembang, Jawa Tengah ini sangat bermanfaat bagi saya untuk mengetahui bagaimana memahami karakteristik penulisan al-Qur’an di dalam mushaf rasm usmani. Dan ini sekaligus menjadi alasan saya menulis resensi ini, semoga bisa memberikan manfaat bagi yang membaca.
Realitas hari bisa kita cross-ceck bersama di lapangan, bahwa banyak sekali para penghafal al-Qur’an namun tidak memiliki kemampuan yang baik di dalam gramatika bahasa arab. Dan banyak sekali yang mempunyai kemampuan gramatika bahasa arab yang luar biasa namun tidak diberikan keutamaan hafal al-Qur’an. Belum lagi para mahasiswa yang mengambil studi al-Qur’an dan hadits, baik dari yang strata satu, magister, bahkan doktoral, tidak semua hafal al-Qur’an. Dan lagi berapa pengajar yang juga tidak hafal al-Qur’an. Hal ini menunjukkan bahwa menurut saya yang mempunyai “dua pedang” tersebut (baca: hafal dan menguasai gramatika arab) sangat sedikit sekali. Gus Baha' (begitu sapaan akrab pengarang buku di atas) adalah salah satu dari sedikit yang mempunyai dua pedang tersebut (selengkapnya tentang Gus Baha' silahkan baca: Sekilas Tentang Gus Baha' Rembang).
Di dalam bukunya ia menjelaskan bahwa sebenarnya rasm usmani merupakan warisan yang harus dijaga. Cara menjaganya tidak hanya dengan menghafalkan, tetapi juga diamati dengan teliti bagaimana cara penulisan dan karakteristik rasm usmani tersebut. Sebab mushaf usmani ini tidak ditulis dengan metode imla' yang selalu sama di dalam al-Qur’an. Hal inilah yang mendasari alasan Gus Baha' yang berpendapat bahwa bahasa itu riwayat, tidak hanya sekedar kaidah. Oleh karenanya banyak sekali penulisan-penulisan atau lafadz-lafadz yang benar secara kaidah i'lal, ketika tidak sesuai dengan bahasa arab secara sama'i maka tidak bisa dikiyaskan.
Realitas hari bisa kita cross-ceck bersama di lapangan, bahwa banyak sekali para penghafal al-Qur’an namun tidak memiliki kemampuan yang baik di dalam gramatika bahasa arab. Dan banyak sekali yang mempunyai kemampuan gramatika bahasa arab yang luar biasa namun tidak diberikan keutamaan hafal al-Qur’an. Belum lagi para mahasiswa yang mengambil studi al-Qur’an dan hadits, baik dari yang strata satu, magister, bahkan doktoral, tidak semua hafal al-Qur’an. Dan lagi berapa pengajar yang juga tidak hafal al-Qur’an. Hal ini menunjukkan bahwa menurut saya yang mempunyai “dua pedang” tersebut (baca: hafal dan menguasai gramatika arab) sangat sedikit sekali. Gus Baha' (begitu sapaan akrab pengarang buku di atas) adalah salah satu dari sedikit yang mempunyai dua pedang tersebut (selengkapnya tentang Gus Baha' silahkan baca: Sekilas Tentang Gus Baha' Rembang).
Di dalam bukunya ia menjelaskan bahwa sebenarnya rasm usmani merupakan warisan yang harus dijaga. Cara menjaganya tidak hanya dengan menghafalkan, tetapi juga diamati dengan teliti bagaimana cara penulisan dan karakteristik rasm usmani tersebut. Sebab mushaf usmani ini tidak ditulis dengan metode imla' yang selalu sama di dalam al-Qur’an. Hal inilah yang mendasari alasan Gus Baha' yang berpendapat bahwa bahasa itu riwayat, tidak hanya sekedar kaidah. Oleh karenanya banyak sekali penulisan-penulisan atau lafadz-lafadz yang benar secara kaidah i'lal, ketika tidak sesuai dengan bahasa arab secara sama'i maka tidak bisa dikiyaskan.
Misalnya di dalam penulisan مالك (mim ditulis panjang dengan alif di antara mim dan lam) –ini menurut qira’at 'Ashim riwayat dari Hafs– penulisan seperti ini benar dan diperbolehkan. Namun ternyata penulisan seperti itu bukan menurut rasm usmani. Sedangkan di dalam rasm usmani ditulis dengan ملك (mimnya dibaca pendek, ini menurut qira’atnya Qalun). Begitu pula dalam penulisan سُكارى dengan mengikuti wazan فُعالى namun di dalam rasm usmani ditulis سَكْرى ini mengakomodir qira’at Hamzah dan Kisa’i dengan mengikuti wazan فَعْلى .
Dari kedua contoh di atas mengenai perbedaan-perbedaan qira’at dan cara penulisan rasm usmani bisa ditarik hepotesisnya bahwa sangat urgen sekali untuk diketahui oleh pecinta al-Qur’an. Sebab ternyata mushaf cetakan Indonesia banyak yang tidak mengikuti standar rasm usmani, meskipun hal seperti demikian tidak dilarang. Namun sekiranya apabila membaca beberapa macam mushaf dan menemukan penulisan yang asing, pembaca tidak kebingungan bagaimana bacanya.
Keistimewaan dari buku ini yakni dilengkapi dengan tabel-tabel yang menjelaskan tulisan asli rasm usmani dan gaya penulisan yang kontemporer. Jadi pembaca tidak perlu membaca dengan detail ulasan-ulasannya, cukup dengan memperhatikan tabel saja. Hal ini sangat membantu juga di dalam mengidentifikasi perbedaan-perbedaan yang ada di dalam beberapa mushaf. Buku ini sangat membantu sekali di dalam meningkatkan perhatian para pecinta al-Qur’an, baik yang menghafalkan maupun yang mengkaji. Ini juga bagian dari usaha beliau di dalam menjaga keotentikan rasm usmani yang tidak hanya dijaga secara hafalan, tetapi juga dengan penulisan.
Semoga Allah selalu merahmati guru saya ini (Bahauddin). Banyak kekurangan di dalam penulisan sudah sewajarnya saya sebagai manusia. Ada kebenaran di dalamnya semata-mata karena keutamaan dari Allah.
Sumber: http://katabelantara.blogspot.com