JAKARTA - Tak cuma makanan yang terbuat dari bahan hewani yang harus dicermati kehalalannya. Bahan pangan yang memakai bahan nabati ternyata juga memiliki titik kritis keharaman yang perlu dicermati, terutama bagi produk yang memakai bahan tambahan (aditif).
Selama ini kaum muslim seringkali terpaku mencermati kehalalan bahan makanan yang mengandung unsur-unsur hewani saja. Padahal bahan pangan yang mengandung unsur nabati juga perlu dicermati. Apalagi jika bahan-bahan makanan tersebut mengandung unsur tambahan alias zat aditif.
Namun jika bahan pangan tersebut berupa bahan pangan segar yang tidak mengalami pengolahan tentu memang bisa dipastikan halal. Tetapi bila telah mengalami proses pengolahan, maka hukumnya menjadi subhat (samar, tidak jelas haramnya hingga ditentukan kehalalannya).
Selama ini kaum muslim seringkali terpaku mencermati kehalalan bahan makanan yang mengandung unsur-unsur hewani saja. Padahal bahan pangan yang mengandung unsur nabati juga perlu dicermati. Apalagi jika bahan-bahan makanan tersebut mengandung unsur tambahan alias zat aditif.
Namun jika bahan pangan tersebut berupa bahan pangan segar yang tidak mengalami pengolahan tentu memang bisa dipastikan halal. Tetapi bila telah mengalami proses pengolahan, maka hukumnya menjadi subhat (samar, tidak jelas haramnya hingga ditentukan kehalalannya).
Yang perlu ditekankan disini adalah, adanya titik kritis tidak menunjukkan bahwa produk tersebut serta merta menjadi haram, melainkan menunjukkan adanya kemungkinan haram yang perlu diwaspadai.
Apa yang dimaksud dengan titik kritis disini? Untuk bahan olahan nabati, adanya bahan tambahan atau pengunaan mikroba biasanya dikategorikan sebagai titik kritis. Beberapa contoh bahan pangan yang terbuat dari unsur nabati namun perlu dicermati kehalalannya adalah gula, lemak nabati, sirup glukosa, margarin, tepung terigu, pewarna, dan lain-lain.
Mungkin gula karena berasal dari tebu sudah dapat dipastikan halal. Tetapi bahan tambahan pada gula perlu ditelusuri status kehalalannya, karena pada proses pemurnian gula terkadang menggunakan arang aktif yang bisa saja berasal dari tulang babi atau tulang hewan yang disembelih tidak secara Islami.
Arang aktif ini juga sering digunakan pada proses produksi air minum dalam kemasan. Selain itu pengunaan pewarna, perisa, vitamin, enzim dan mikroba juga dikategorikan titik kritis karena keduanya bisa saja didapatkan dari bahan yang haram misalnya dari babi atau media yang digunakan untuk pertumbuhannya dikategorikan sebagai haram.
Begitu pula dengan terigu yang menggunakan titik kritis karena ditambahkan vitamin yang perlu ditelusuri cara pembuatannya dan kemungkinan penggunaan coating yang boleh berasal dari sumber yang haram. Sedangkan untuk margarin sendiri memiliki titik kritis pada pewarna, antioksidan, dan pengemulsi, dan pewarna yang memiliki titik kritis pada zat pelarut dan gelatin.
Sebagai konsumen yang peduli pada makanan halal, memilih makanan halal akan lebih mudah kalau kita membiasakan diri melihat logo halal pada kemasan yang tercantum pada produk pangan. Mulai sekarang jadilah konsumen yang cermat dalam memilih yang halal.
(Sumber: LPPOM MUI)
Apa yang dimaksud dengan titik kritis disini? Untuk bahan olahan nabati, adanya bahan tambahan atau pengunaan mikroba biasanya dikategorikan sebagai titik kritis. Beberapa contoh bahan pangan yang terbuat dari unsur nabati namun perlu dicermati kehalalannya adalah gula, lemak nabati, sirup glukosa, margarin, tepung terigu, pewarna, dan lain-lain.
Mungkin gula karena berasal dari tebu sudah dapat dipastikan halal. Tetapi bahan tambahan pada gula perlu ditelusuri status kehalalannya, karena pada proses pemurnian gula terkadang menggunakan arang aktif yang bisa saja berasal dari tulang babi atau tulang hewan yang disembelih tidak secara Islami.
Arang aktif ini juga sering digunakan pada proses produksi air minum dalam kemasan. Selain itu pengunaan pewarna, perisa, vitamin, enzim dan mikroba juga dikategorikan titik kritis karena keduanya bisa saja didapatkan dari bahan yang haram misalnya dari babi atau media yang digunakan untuk pertumbuhannya dikategorikan sebagai haram.
Begitu pula dengan terigu yang menggunakan titik kritis karena ditambahkan vitamin yang perlu ditelusuri cara pembuatannya dan kemungkinan penggunaan coating yang boleh berasal dari sumber yang haram. Sedangkan untuk margarin sendiri memiliki titik kritis pada pewarna, antioksidan, dan pengemulsi, dan pewarna yang memiliki titik kritis pada zat pelarut dan gelatin.
Sebagai konsumen yang peduli pada makanan halal, memilih makanan halal akan lebih mudah kalau kita membiasakan diri melihat logo halal pada kemasan yang tercantum pada produk pangan. Mulai sekarang jadilah konsumen yang cermat dalam memilih yang halal.
(Sumber: LPPOM MUI)