Oleh : Ir. H. Sunu Pramono Budi, MM
Ketika PATRI dideklarasikan (16/02/2004), tercatat ada 3 Profesor dan 15 doktor anak Transmigran. Diantaranya Prof. Boiran (anak trans Aceh Barat, Gubes biologi Unsyiah, alm), Prof. Muhajir Utomo (anak trans Pringsewu, Ketum DPP PATRI pertama, Rektor UNILA), dan Prof.Hadi Rahyono (anak trans Batola, Gubes di Univ.Palangkaraya).
Sebagai Sekjen DPP PATRI saat itu, saya paling sering ke daerah. Mewakili Ketum. Konsolidasi dan pengukuhan DPD dan DPC PATRI. Dari Aceh hingga Papua. Tahun pertama cukup melelahkan. Karena Ketum saat itu sebagai pejabat/Rektor aktif (UNILA). Ketua Harian tak kalah sibuknya. H. Sarimun Hadisaputra, anak Transmigran dari Sumberjaya (Lampung Barat). Saat itu sebagai Walikota Jakarta Barat. Sulit menyesuaikan jadualnya. "Diwakili Sekjen saja", kata Ketum saat itu.
Ternyata banyak hikmahnya. Sambil kegiatan organisasi, sekalian keliling mendata potensi anak Transmigran anggota PATRI. Terbersit diangan-angan. Bagaimana kalau suatu saat PATRI punya lembaga pendidikan tinggi sendiri. Karena sudah tampak semangat berkompetisi pada pengurus PATRI itu.
Kini, pada HUT PATRI KE 18 (2022) kita sudah mempunyai 15 guru besar dan 52 doktor. Ini data sementara yang ada di grup Cendekiawan PATRI. Barangkali masih banyak yang belum terdata diluar grup.
Saat Dr. Koesnadi Kardi jadi Ketua Dewan Pakar DPP PATRI (2014-2019), pernah diskusi hal ini. Tentang Universitas PATRI. Saat itu masih Rektor UPN Jakarta. Sekarang Ketua Dewan Pakar DPP PATRI Bu Roosari Tyas Wardani. Mantan Dirjen Transmigrasi.
Semoga Allah mengabulkan usulan Hari Transmigrasi Nasional yang sudah dikirimkan kepada Presiden. Jika usulan itu terwujud, langkah besar selanjutnya menyiapkan universitas PATRI. Hmm.. semoga harapan ini bisa menjadi kenyataan. Sumberdaya PATRI sudah sangat memadai. Apalagi?