Kepakaran Kilat Menjadi Kurang Terhormat
Judul : Saring sebelum Sharing
Pengarang : Nadirsyah Hosen
Penerbit : PT Bentang Pustaka
ISBN : 978-602-291-562-1
Tahun Terbit : 2019
Dimensi Buku : Berat 0.3 Kg, Jumlah halaman 344
Harga Buku : Rp. 50.000, 00
Dewasa ini, Dunia telah mengalami dinamika perkembangan dalam hak berbicara dan mengekspresikan diri. Terbukanya akses atau kesempatan bagi setiap orang yang ingin bersuara. Terlebih bagi negara yang menganut sistem demokrasi, seperti di Indonesia, memberikan angin segar kepada warganya untuk menyuarakan pendapatnya. Istilah tersebut terkenal dengan Freedom of speech. Jadi setiap warga negara mempunyai hak untuk ikut menyalurkan gagasan yang ada pada dirinya. Hanya saja hal tersebut menjadi kurang tertata rapi bahkan mengkhawatirkan jika tidak diimbangi dengan gagasan yang berdasar. Hal ini yang sedang terjadi di Indonesia khususnya, banyak orang dalam berbicara, berpendapat hingga memutuskan tidak melalui tahap verifikasi secara komprehensif. Seolah-olah mereka adalah pakar di bidangnya. Dengan hal tersebut, Nadirsyah Hosen membuat buku yang berjudul “Saring sebelum sharing” yang diawali dari fenomena ketergesaan orang dalam berbicara ataupun menjelaskan ke orang lain, seolah-olah mereka adalah pakar dalam bidanganya. Padahal mungkin mereka hanya menggunakan satu sumber, yang itu membutuhkan sumber lain sebagai bahan pertimbangan untuk mengeluarkan pendapat. Buku ini cukup banyak diminati banyak orang semenjak launchingdi tahun 2019. Karena materinya yang kuat serta pembawaan yang santai seperti novel menjadi daya tarik tersendiri. Sehingga buku ini cocok untuk dijadikan bacaan bagi seorang akademisi maupun masyarakat umum.
Buku ini menjelaskan betapa perlunya data yang kuat serta komprehensif dalam memahami suatu persoalan. Pemahaman yang baik dapat dilakukan dengan belajar secara mendalam, seperti memahami suatu Hadits tidak hanya sebatas tahu makna dan perawinya semata, melainkan juga makna dan kualitas dari Hadits tersebut. Selain itu, dalam buku ini penulis memberikan penjelasan kepada pembaca sekaligusbantahan kepada kelompok yang selalu memuja hadits sahih dan mengenyampingkan kualitas hadits yang lain dalam peribadatan. Karena menurut penulis penetapan hadits sahih atau tidak tergantung kepada ulama yang menyatakannya. Sebagai contoh hadits tentang perbedaan jumlah adzan subuh, ada yang mengatakan satu kali adapula yang mengatakan dua kali. Perbedaan tersebut terdapat ulama yang men-sahihkan dan adapula men-dhaifkan. Penulis memberikan contoh tersebut beracuan pada ada kitab Sabul Assalam dan Bidayah Al Mujtahid. Melihat contoh tersebut, penulis ingin memberikan gambaran kepada pembaca bahwa pemahaman sebuah hadits tidak dapat diambil satu referensi semata, melainkan memerlukan referensi yang lain untuk dijadikan pertimbangan hukum. Tentunya dalam memahami hadits yang baik, penulis menyarankan untuk meminta bimbingan oleh ulama atau guru. Karena ini sebagai bentuk hirarki pembelajaran agama yang berdasar, selain itu sebagai bantahan kepada kaum salafi yang berpendapat setiap orang dapat memahami al-Quran dan Hadits tanpa perantara guru.
Menariknya dalam buku ini, selain terdapat penjelasan yang mendalam tentang ilmu hadits, terdapat penjelasan yang kontekstual dan bersifat moderenitas persoalannya. Hal tersebut mengenai media sosial. Seperti yang kita ketahui, media sosial merupakan tempat kedua manusia setelah dunia nyata yang dapat terjadi interaksi satu sama-lain. Semua orang dapat menyuarakan pendapatnya ke muka umum. Tidak jarang terdapat orang dalam menyurakan pendapatnya tanpa melakukan verifikasi kekuatan informasi yang akan disampaikan. Parahnya kalau pendapat dibumbui dengan cara yang kasar dan diikuti oleh orang lain. Sehingga itu akan terjadi degradasi akhlak secara masal. Pada buku ini, penulis memberikan contoh fenomena yang terjadi di media sosial yang menggambarkan tindakan tidak manusiawi seperti mempermalukan orang lain di ruang publik, menuduh orang lain salah dan dia yang paling benar hingg melabeli orang dengan istilah kafir. Ini merupakan bentuk dari kepakaran kilat yang hanya memandang suatu persoalan dari satu sudut pandang semata, terlebih di hati mereka diselimuti kebencian. Sehingga terjadilah keributan di medsos diakibatkan kurang arifnya dalam belajar agama.
Melihat fenomena tersebut dalam buku ini sangat penting untuk dijadikan sebagai bahan bacaan. Karena secara tersirat buku ini menjelaskan pentingnya ilmu pengetahuan sebagai sistem kontrol dalam berperilaku. Selain data yang disajikan dalam buku ini cukup lengkap, penulis juga memberikan kerangan referensi kitab ketika menjelaskan hadits atau ayat al-Qur’an. Lebih penting daripada itu, pembawaan yang epic oleh penulis dalam merangkai kata menjadikan buku ini terlihat ringan dan santai saat membacanya. Jadi tidak kaku ataupun monoton. Namun sayangnya di dalam buku ini kurang adanya info grafis atau visual dalam penyajian informasinya. Jadi bagi seseorang yang tidak terlalu suka bentuk tulisan, akan menyusahkan mereka dalam memahami isi bacaan buku tersebut. Karena menurut penelitian membuktikan gaya belajar secara visual lebih diminati banyak orang, yaitu sekitar 42, 86% (Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran Katulistiwa).
Penulis Resensi :
Muhammad Syihabuddin
Santri Pondok Pesantren Al-A’la Jepara