NUSA DUA BALI - Sikap toleransi diajarkan oleh semua agama tanpa terkecuali. Penghormatan terhadap orang-orang yang berbeda juga diajarkan di agama Yahudi. Hal tersebut ditegaskan oleh seorang Rabbi perempuan asal Argentina sekaligus guru besar di Seminario Rabinico Latinoamericano, Rabbi Silvina Chemen.
“Kita harus menghargai agama lain,” kata Rabbi Silvina saat menjadi narasumber pada Sesi Keempat Forum Agama G20 (Forum R20) di Hotel Grand Hyatt, Nusa Dua, Bali, Kamis (3/11/2022).
Sebab, ia menegaskan, dalam kitab sucinya termaktub ajaran mengenai perjanjian hidup menjadi bangsa yang suci. Dan bangsa yang suci yang dimaksud bukanlah terbatas umat Yahudi saja, melainkan seluruh umat manusia.
“Bangsa yang suci itu seluruh umat manusia. Kita semua layak hidup damai berdampingan,” katanya.
Rabbi Silvina menjelaskan, kitab suci Yahudi menggariskan agar dapat mengamalkan hal-hal baik dan menyenangkan di mata Tuhan tanpa batasan waktu dan tempat. “Lakukanlah hal benar dan baik yang menyenangkan di mata Tuhan di setiap saat dan tempat,” ujarnya.
Ia juga menegaskan agar umat manusia harus berkomitmen aktif dalam mewujudkan penghargaan satu sama lain dan tidak bersembunyi di balik teks suci untuk bertindak diskriminatif. “Kita berjuang melawan fundamentalisme dan ekstremisme,” lanjutnya.
Senada, Rabbi Prof Alan Brill juga menyampaikan, ajaran Yahudi menganggap semua manusia itu setara, baik Yahudi ataupun non-Yahudi. Karenanya, dalam ajaran Yahudi, membunuh satu orang itu sama dengan membunuh semua manusia. Hal ini juga, menurutnya, sejalan dengan apa yang termaktub dalam Al-Qur’an.
“Membunuh satu orang berarti membunuh semua manusia. Ini saya tahu ada juga di Al-Qur’an,” kata guru besar di Universitas Seton Hall, Amerika Serikat itu.
Rabbi Alan menegaskan, Tuhan menciptakan manusia untuk saling bercinta kasih dengan sesamanya dan tidak boleh membenci satu sama lain. Sayangnya, suara yang demikian ini menghilang. Oleh karena itu, pendidikan modern dan Undang-Undang perlu melawan pengajaran ekstrem yang mengajak pada kebencian terhadap kelompok yang berbeda itu.
“Kita perlu mengingatkan cinta kasih kepada seluruh umat manusia. Bisa dalam bentuk tulisan, atau perlu juga menyampaikan pandangan universal di sekolah melalui ceramah agama agar sampai kepada masyarakat akar rumput,” katanya.
Poin pentingnya adalah universalisme mampu menjadi hal yang sangat penting terutama dalam melihat masa depan. Sebab, mengutip tokoh Yahudi, ia menegaskan, kita harus dapat membuang ajaran kebencian dan hidup berdampingan sebagai saudara. Hal ini mengingat siapa pun yang ingin diberkati, tentu tidak boleh ada yang dikutuk.
“Kesetiaan menciptakan pendekatan inklusif dan menciptakan upaya bersama lebih baik dibanding bekerja sendiri-sendiri,” pungkasnya.
Forum Agama G20 atau R20 digelar PBNU bersama Liga Muslim Dunia atau Muslim World League (MWL) di Nusa Dua, Bali, pada 2-3 November 2022. Ada 338 partisipan yang terkonfirmasi hadir pada perhelatan R20, yang berasal dari 32 negara. Sebanyak 124 berasal dari luar negeri. Forum tersebut menghadirkan 45 pembicara dari lima benua.***