Penulis : KH Imaduddin Utsman al-Bantani
Setelah batalnya nasab Ba’alwi terang benderang seterang matahari di siang hari; setelah umat Islam tersadar bahwa Ba’alwi bukan keturunan Nabi Muhammad Saw.; setelah mereka tidak bisa mendatangkan hujjah bahwa nasab mereka tersambung kepada Nabi; setelah hasil test DNA dengan presisi menyatakan mereka bukan turunan dari suku Quraisyi; setelah Doktor Umar Zaid dari Timur-tengah mengatakan Ba’alwi mustahil sebagai keturunan Nabi; setelah Doktor Sugeng dari Badan Riset dan Inovasi Nasional mengatakan Ubaidillah fiktif, kini, Ustadz jamal Ba’agil mengancam yang tidak percaya Ba’alwi keturunan Nabi akan mati su’ul khatimah.
Ustadz Jamal dalam Chanel Youtube pribadinya mengatakan: “Saya khawatir, mereka itu nanti, kalau mereka tidak merubah keyakinannya kwalat dengan ribuan awliya Allah. Di Janbal itu, dizamannya Habib Abdurrahman Assegaf itu, awliyanya aja 10 ribu, dan semuanya kebanyakan duriyahnya Ubaidillah…kalau semua dinafikan dianggap bohong, nasabnya bohong…kalau mereka gak tobat coba kita lihat aja nanti, apakah mereka mendapat husnul khotimah atau kebalikannya su’ul khotimah…”.
Penulis teringat seorang keturunan Ba’alwi, dulu pernah menantang Gusdur keturunan Joko Tingkir dan Sunan kalijaga bermubahalah: “Saya tantang Gusdur untuk mubahalah, Gusdur silahkan ajak anak dan isterinya, saya akan ajak anak dan isteri saya, kita bersumpah di hadapan Allah, siapa yang benar diberkahi Allah, dan siapa yang salah diantara kita, dikutuk dilaknat dan mati dalam keadaan hina…” itulah tantangan mubahalah dari seorang keturunan Ba’alwi untuk Gusdur radiyallahu ‘anhu.
Kemudian kita mengetahui bersama, Gusdur mati dalam keadaan mulia; Negara dan Presiden, memberikan penghormatan tertinggi dalam upacara kenegaraan mengiringi jenazahnya; jutaan manusia menangisinya; ratusan ribu santri mengiringinya dengan do’a dan pujian menuju pemakamannya; dari mulai debu-debu Tebuireng menutupi jasadnya, diatas pusaranya tidak pernah sepi orang menziarahinya.
Puluhan buku ditulis mengupas pemikirannya; fotonya dipangpang di mana-mana, di rumah, di kantor, di pesantren, di kaos-kaos remaja, di banner-banner pinggir jalan.
Haulnya diadakan di mana-mana, bukan hanya oleh keluarganya, tetapi juga oleh banyak orang yang merasa kehilangan akan dirinya; akan ilmunya; akan karomahnya; akan kebijaksanaanya; akan kesederhanaanya; akan pembelaan dan keteguhannya pada kebenaran; akan canda dan tawanya yang lepas; akan peci coklatnya, dan akan semua kenangan indah bersamanya.
Penulis berbahagia pernah menyentuh tubuh Gusdur yang mulia, ketika membantunya menaiki mobil hitam bermerek Nissan Elgrand B 1926 AW di halaman kantor PBNU. Itulah nasib mulia Gusdur setelah ditantang mubahalah. Ia diam tak membalas, namun, Tuhan telah memberikan tanda kepada siapa Ia berpihak. Bagaimana nasib penantangnya? Pembaca, mungkin, telah memahaminya.
Ustadz Jamal tidak perlu risau, jama’ahnya yang duduk karena ilmunya tidak akan meninggalkannya. Tidak perlu mengancam orang yang tidak percaya kepada nasab anda. Kepercayaan itu dilindungi undang undang Negara. Nasab itu bukan kehidupan, ia hanya bagian dari kehidupan, semua orang pasti punya nasab sampai ke Nabi Nuh lalu sampai ke Nabi Adam, dan semua mempunyai kemuliaan kemanusiaan yang sama. Walau kami tidak mempercayai anda sebagai keturunan Nabi Muhammad saw., tetapi bukan berarti anda tidak pantas kami mulyakan.
Jika anda berilmu dan berakhlak, anda layak kami mulyakan. Kitab-kitab karya Ba’alwi yang layak dibaca, tetap akan layak untuk dibaca. Ilmu itu suatu hal, nasab adalah hal lainnya. Kami bukan tidak percaya kepada ilmu yang dimiliki ulama kalian. Kami hanya tidak percaya bahwa kalian adalah keturunan Nabi Muhammad Saw., itu saja.
Waallahu Alam