Waspada Cuaca Ekstrem, Berikut Antisipasi yang Bisa Dilakukan Masyarakat

JAKARTA, (NU Online) Cuaca ekstrem diperkirakan akan mengancam sebagian besar wilayah Indonesia hingga Februari, mulai dari hujan lebat hingga angin kencang. Badan Klimatologi dan Geofisika (BMKG) pun menghimbau akan potensi bencana hidrometeorologi.

Pelaksana Tugas (Plt) Ketua Lembaga Penanggulangan Bencana dan Perubahan Iklim Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LPBI PBNU) H. Maskut Candranegara mengungkapkan ada beberapa antisipasi yang bisa dilakukan oleh masyarakat untuk menghadapi cuaca ekstrem.

“Pertama, menghindari aktivitas di tempat yang rawan, seperti berteduh di bawah pohon, di bawah baliho yang rentan roboh akibat tiupan angin kencang,” ujarnya pada NU Online, Senin (15/1/2024).

Ia mengatakan antisipasi berikutnya kedua ialah menjaga kebugaran tubuh dengan mengonsumsi makanan yang sehat dan berolahraga agar tubuh lebih kuat menghadapi cuaca ekstrem. 

Selain itu, ketiga disarankan untuk meningkatkan asupan dengan minum air putih saat cuaca panas, karena air putih memiliki peran penting dalam mencegah terjadinya dehidrasi.

“Keempat, menjaga kebersihan baik kebersihan diri maupun kebersihan lingkungan. Pastikan jangan ada air menggenang, sampah menumpuk serta air selokan harus mengalir dan bebas dari sampah,” imbuhnya. 

Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa ada tiga penyebab cuaca ekstrem terjadi hingga Februari 2024, yakni pertama munculnya angin muson Asia yang menunjukkan aktivitas cukup signifikan dalam beberapa hari terakhir. 

Ia menjelaskan iklim muson atau musim terjadi karena pengaruh angin muson (monsoon), yang berganti arah tiap setengah tahun sekali. Angin muson bisa mengakibatkan terjadinya musim hujan dan kemarau di Asia Tenggara, termasuk di Indonesia. 

“Kondisi seperti ini berpotensi disertai dengan fenomena cuaca yang memberikan pengaruh dingin yang dapat meningkatkan potensi pertumbuhan awan hujan di sebagian wilayah Indonesia,” terangnya. 

Lalu penyebab berikutnya kedua ialah terdapat daerah tekanan rendah yang terpantau di sekitar Laut Timor, Teluk Carpentaria, serta di Samudera Hindia sebelah barat Sumatera. Selanjutnya, hal ini dapat memicu terbentuknya pola perlambatan kecepatan angin di wilayah Indonesia bagian barat dan sekitar ekuator. 

“Ketiga, adanya aktivitas gelombang atmosfer masih menunjukkan kondisi yang signifikan dalam meningkatkan pertumbuhan awan hujan dan potensi cuaca ekstrem. Kondisi tersebut kemudian dapat meningkatkan aktivitas konvektif serta pembentukan pola sirkulasi siklonik di wilayah Indonesia,” pungkasnya.

Sumber website NU Online