Oleh : Halimi Zuhdy
Beberapa jam yang lalu, setelah diterbitkan logo baru oleh BPJPH Kemenag, beredar beberapa tulisan terkait dengan logo ini, ada yang menyebutnya dengan; Jawa sentris, tidak mewakili Indonesia, terlalu dipaksakan dan lainnya. Ada pula yang menulis bahwa tulisan yang ada di logo itu bukan Halal tetapi kata Haram (حرام), dengan alasan jika itu tulisan jenis Kufi, maka di bagian tengah ada huruf "Lam" yang gaya penulisannya bisa terbaca huruf "Ra".
Tapi, saya tidak ikut polemik di atas, karena saya tidak punya kapasitas tentang dunia per-logo-an, dan makna logo itu sudah dijelaskan oleh ketua BPJPH Muhammad Aqil Irham dengan menyebutkan bahwa logo terbaru tersebut memiliki bentuk yang terdiri dari bentuk Gunungan serta motif Surjan (Lurik Gunungan). Bentuk gunungan ini tersusun dari kaligrafi huruf Arab yakni huruf Ha, Lam, Alif, dan Lam yang membentuk kata Halal.
Bentuk dari logo halal terbaru tersebut memiliki arti yakni semakin tinggi ilmu, semakin tua umur manusia, harus semakin mengerucut serta semakin dekat akan Tuhan. Sedangkan filosofi dari Surjan yakni bagian leher pada baju Surjan mempunyai 3 pasang kancing yang mana artinya rukun iman. Sedangkan motif lurik yang terletak sejajar memiliki arti sebagai pembeda atau pembatas. Hal ini sejalan dengan tujuan diselenggarakannya jaminan produk halal yang ada di Indonesia.
Saya memahami logo apa pun atau ramz terkadang merasa ruwet, dan terkadang dengan sederhana. Sederhana, bila sudah dijelaskan oleh si pembuat logo, ya sudah selesai. Karena setiap logo bisa dimaknai dengan berbagai filosofis baik oleh yang sepakat atau tidak sepakat dengan logo itu.
Bukankah logo itu dibuat untuk dipahami dengan lebih sederhana? Kalau sudah jelas dan dipahami, maka tidak lagi menjadi persoalan. Tapi, bagi yang belum paham dan masih terasa janggal, maka perlu dijelaskan dengan sejelas-jelasnya, itu pun juga tidak akan pernah jelas bagi yang memiliki perspektif lain.
Baik. Sebenarnya ada yang menarik untuk dilirik yaitu kata Halal itu sendiri, kata yang berada di dalam logo tersebut baik logo lama atau yang baru. Halal (حلال), adalah masdar (kata verbal/kata benda grundial) dari Hal-Yahillu.
Kata yang terkait dengan kata Halal yang sering kita dengar adalah tahallul, hilal (tandu untuk perempuan), tahlil, muhallil, hillu dan hallu (waktu tahallul), hullah (pakain), ibnu halal (anak sah), al-sihru al-halal (permainan sulap), dan halal yang diartikan dengan sesuai hukum syariah, atau yang diperbolehkan.
Dan kata yang terkait dengan halla adalah bermakna memerdekakan diri (حل من), bebas, solusi (حَل), berdiri (حل ب), berhenti (حل), tetap (حل عليه), dicairkan (حُل الجامد), melepaskan, benar, dan masih puluhan kata yang berasal dari kata ini.
Kata halal ini tidak hanya digunakan untuk makanan (yang selama ini hanya ditemukan pada logo halal), tetapi juga pada hewan, pakaian, muamalah, dan sesuatu yang terkait dengan hukum syariat. Maka kata al-syar'i ada yang memaknai adalah dengan kata al-halal (seperti di atas).
Syekh Ratib misalnya, "Mengapa harta halal disebut halal, karena ia sesuai dengan yang diharapkan jiwa, atau jiwa merasa senang dan tenang. Mengapa harta haram, disebut haram. Kerena ia menghalangi seseorang untuk bahagia".
لماذا سمي المال الحلال حلالا، لأنه تحلو به النفس، والمال الحرام حراما لأنه يحرما السعادة.
Dan dalam Al-Islam;
سمي الحلال حلالا لانحلال عقدة الحظر عنه
Mengapa disebut Halal, karena mengurai dan melonggarkan (inhilal) tali/ikatan yang terlarang.
Dari beberapa kata yang terkait dengan kata halal di atas adalah, bahwa halal memberikan solusi, kemerdekaan/kebebasan, terurainya sesuatu yang terlarang, dan melepaskan sesuatu yang mengikat.
Rasulullah saw. bersabda, “Mencari sesuatu yang halal adalah kewajiban bagi setiap Muslim.” (H.R. Al-Thabarani dari Ibnu Mas’ud). Persoalan halal, bukan hal yang main-main dalam Islam, karena halal adalah bagian paling mendasar dalam agama. Sehingga kata halal disebut juga al-syari, yaitu syariat itu sendiri.
Mengapa harus halal?, agar mendapatkan ridha Allah, terjaga kehidupannya, mendapatkan ketenangan dan kebahagiaan, dan memiliki akhlak yang baik.
Dalam hadits Nabi saw disebutkan, ”Setiap tubuh yang tumbuh dari (makanan) yang haram, maka api neraka lebih utama baginya (lebih layak membakarnya).” (H.R. At-Thabrani).
. قال سهل بن عبد الله: "النجاة في ثلاثة: أكل الحلال، وأداء الفرائض، والاقتداء بالنبي -صلى الله عليه وسلم
Sahl bin Abdullah berkata, keberhasilan seseorang disebabkan tiga hal; mengkonsumsi yang halal, melaksanakan kewajiban dan mengikuti Nabi Muhammad sallalahu alaihi wasallam.