Tuhan Tak Menanyakan Sholat Yang Menggunakan Bahan Milik Orang Tak Seagama

Suatu ketika, seorang kawan pernah protes, "mengapa kamu kagum dan suka kepada tokoh yang bukan seagama denganmu ?".

Saya hanya menjawab, "saya suka kepada seseorang, pada bagian-bagian tertentu. Tentu sukanya saya itu, bisa diperdebatkan, karena pada sisi lain, pasti ada orang yang tidak suka, dengan alasan mereka pula. sukanya saya pada pribadi dan pemikiran seorang tokoh, tidak pernah konsisten. suka fluktuatif, katakanlah demikian. Ketika sependapat, saya pantas menyukai si tokoh itu, ketika tidak sependapat, saya tak akan mencari pembenarannya. Biarpun agama dan etniknya berbeda".

"Hati-hati, pemikiran seorang tokoh tak terlepas dari ideologi dan agama yang mereka anut?", sergah kawan saya ini.

(Sekali lagi), saya hanya menjawab, "walau tak adil untuk dipersamakan, mari kita anggap saja adil untuk mempersamakan antara seorang tokoh dengan makanan atau minuman. 

Anda suka ayam KFC Pattimura sana, sesekali anda mengatakan amat menikmati minuman Cappucino, susu Indomilk, minuman Aqua, minum obat produksi Kalbe Farma milik orang Cina, banyak diantara kita yang lebih suka merokok Sampoerna, Gudang Garam Surya dan sejenisnya yang milik para taipan keturunan Hokkian dan seterusnya. Mengapa anda tak makan Rendang Ayam, minum Teh Kawa, makan pucuk ubi ketika sakit perut atau merokok pucuk dan sebagainya ?".

"Tunggu dulu .... tunggu dulu", sergah kawan saya ini kembali.

"Apa hubungannya antara pemikiran seorang tokoh dengan makanan dan minuman. Makanan dan minuman itu, kan persoalan rasa. Kita suka pada makanan dan minuman tertentu, karena enak dan bisa jadi membuat kita sehat. Saudara-saudara kita yang merokok, memilih rokok tertentu karena faktor selera dan kedekatan rasa", tanyanya kembali.

"Ya ..... kalau kita hubung-hubungkan, ya tersambung. Bukankah makanan dan minuman itu, bila dikait-kaitkan juga dibelakangnya ada ideologi ? Apakah kita minum dan makan sesuatu yang menurut kita BAIK dan SEHAT serta satu SELERA, terlebih dahulu kita menanyakan, ideologi apa dibalik makanan dan minuman ini sebelum kita memakan dan meminumnya ?

Catatan :
Malam itu, kami diskusi sambil minum cappucino campur susu Indomilk, ada rokok Gudang Garam Surya dan Sampurna terhampar di meja. Mayoritas teman diskusi adalah mereka yang berprofesi sebagai sales beberapa produk yang bila "dirunut" ke atas, owner-nya adalah Cina non-muslim (maaf, tak bermaksud SARA !). 

Seorang kawan nyeletuk, "kita bekerja, kalau difikir-fikir, memperkaya mereka yang tak seideologi dan seagama dengan kita. tapi, kalau itu terus yang kita perdebatkan, lebih baik kita pindah saja, pindah ke dalam hutan. itupun kalau pindah, terpaksa kita bertanya, hutan ini siapa penguasanya, apa agamanya dan seterusnya. ujung-ujungnya, ke kamar mandi pun kita tak bisa, karena sabun Lux dan Lifebuoy pun, kepunyaan mereka yang tak seideologi dan seagama dengan kita !".

Akhirul kalam, diskusi berakhir dengan kesimpulan, "Tuhan tak akan menanyakan, mengapa kamu sholat di musholla/masjid yang dibangun dari bahan-bahan miliki orang yang tak seagama dengan kamu. Insya Allah, Tuhan akan meminta pertanggungjawaban kita, mengapa musholla/masjid tak pernah kalian ramaikan untuk beribadah di dalamnya".