JAKARTA - Harga minyak dunia terus turun selama sebulan terakhir. Hingga tanggal 8 September 2022, harga minyak mentah jenis West Texas Intermediate (WTI) kontrak pengiriman Oktober 2022 di bursa Nymex berada di posisi US$ 81,43 per barel. Ini merupakan harga minyak dengan level terendah sejak akhir Februari 2022.
Kendati harga minyak dunia mengalami penurunan, kenapa harga bahan bakar minyak atau BBM di Indonesia tidak ikut turun?
Menteri Keuangan Sri Mulyani menjelaskan bagaimana kalkulasi harga BBM dan hubungannya dengan harga minyak dunia. "Masyarakat bertanya, mengapa tetap ada penyesuaian harga BBM padahal harga minyak dunia mengalami penurunan," kata Sri Mulyani.
Dia menjelaskan, pemerintah mengkalkulasi harga minyak berdasarkan Indonesian Crude Price (ICP) US$ 90 per barel dengan kurs Rp 14.700 per dolar Amerika. Meski terjadi fluktuasi harga minyak dunia, menurut Sri Mulyani, harga rata-rata ICP dalam satu tahun masih di angka US$ 98,8 atau hampir US$ 99. "Jadi, kalaupun harga minyak dunia turun sampai di bawah US$ 90, maka keseluruhan tahun rata-rata ICP Indonesia masih pada US$ 97," ujarnya.
Dari rata-rata tersebut, artinya pemerintah tetap perlu mensubsidi BBM jenis tertentu meski harganya telah mengalami penyesuaian. Masyarakat juga perlu mengetahui penghitungan Cost Structure BBM (CSB) dalam menetapkan kompensasi harga BBM yang siap jual. CSB yang disubsidi pemerintah ini ditetapkan oleh Kementerian Energi dan Sumber daya Mineral (ESDM) setelah mendapat pertimbangan dari Menteri Keuangan. Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) turut mengaudit biaya tersebut setiap tahunnya.
Ada empat komponen CSB. Pertama, biaya penyediaan BBM; kedua, biaya penyimpanan; ketiga, biaya handling yang di dalamnya termasuk ongkos distribusi dan margin SPBU; dan keempat, margin badan usaha. Empat komponen tersebut menjadi penentu harga dasar BBM. Harga dasar tadi ditambah dengan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 10 persen dan pajak atas Penggunaan Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB) sesuai kebijakan provinsi setempat. Penghitungan Cost Structure BBM dan pajak tadi menghadilkan harga jual eceran BBM.
Khusus untuk dua jenis BBM subsidi, yakni Pertalite dan Solar, pemerintah tetap mengintervensi meski telah menyesuaikan harganya. Harga Jual Eceran atau HJE BBM subsidi masih jauh di bawah harga keekonomian, meskipun harga minyak mentah mengalami penurunan. Harga Solar Rp 6.800 per liter seharusnya dijual Rp 16.600 per liter sesuai dengan harga keekonomian per September 2022. Begitu juga dengan Pertalite yang kini dibanderol Rp 10 ribu, padahal harga keekonomiannya Rp 14.800 per liter. Terdapat selisih Rp 9.800 untuk Solar dan Rp 4.800 untuk Pertalite. Selisih harga keekonomian dengan harga jual itu masuk dalam subsidi pemerintah yang menjadi Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN).
Total subsidi energi yang digelontorkan pemerintah untuk BBM, LPG, dan listrik saat ini sebesar Rp 502,4 triliun. Angka tersebut naik tiga kali lipat dari sebelumnya Rp 152,5 triliun. Rinciannya, subsidi BBM dan LPG dari Rp 77,5 triliun menjadi Rp 149,4 triliun. Subsidi listrik dari Rp 56,5 triliun ke Rp 59,6 triliun. Kompensasi BBM dari Rp 18,5 tiliun menjadi Rp 252,5 triliun serta kompensasi untuk listrik dari 0 menjadi Rp 41 triliun. Nilai tukar rupiah terhadap Dolar AS Rp 15.650 per (9/11/2022)
Dikutip dari situs Tempo.co