Oleh : Ulil Abshar Abdalla (Ketua Lakpesdam PBNU)
Sejak menjabat sebagai Ketua Lakpesdam (Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia) PBNU dalam periode kepengurusan PBNU yang sekarang (2021-2026), banyak pekerjaan yang lumayan melelahkan saya, antara lain karena Gus Yahya, Ketum PBNU sekarang, memiliki mimpi yng cukup besar dan “ambisius”, serta menghendaki agar mesin kepengurusan PBNU bekerja dengan “full gear”, gigi empat. Gaspol!
Lakpesdam pusat, dalam periode sekarang, diserahi tugas yang tidak ringan: yaitu menangani kaderisasi NU di seluruh Indonesia; tentu saja bekerjasama dengan pengurus NU di tingkat provinsi (wilayah) dan kabupaten (cabang).
Tugas lain yang tak kalah menantang adalah melakukan integrasi sistem kaderisasi di NU. Saat ini, karena sejarah yang unik dan tak usah diterangkan di sini, ada dua “rel” pengkaderan di NU: rel yang bernama PKPNU dan MKNU. Gus Yahya memerintahkan agar dua jalur pengkaderan ini diintegrasikan, sehingga hanya ada satu rel pengkaderan saja.
Ini bukan pekerjaan yang mudah, karena harus melakukan telaah ulang atas seluruh materi pengkaderan yang ada, serta menyusun materi baru yang lebih utuh, terintegrasi, dan menggambarkan visi baru Ketua Umum yang baru, Gus Yahya.
Dalam masa transisi untuk menunggu bentuk pengkaderan yang baru, Gus Yahya, usai Muktamar Lampung bulan Desember lalu, memutuskan untuk melakukan “moratorium” atau penundaan semua kegiatan kaderisasi di semua tingkatan.
Agar moratorium ini tidak berlarut-larut, maka harus ada batas waktu yang jelas, kapan dicabut. Ketum PBNU memberi tenggat: tanggal 1 Dzul Qa’dah yaitu tanggal 1 atau 2 Juni, pengkaderan dengan sistem baru sudah harus “kick off”. Kami harus bekerja keras mengejar tenggat ini.
Selama bulan puasa kemaren, tim penggodokan materi pengkaderan yang baru di bawah “ri’ayah” Wakil Ketua Mas Nusron Wahid dan Kiai Miftah Faqih (Ketua PBNU bidang pengkaderan), dan melibatkan Lekpesdam, bekerja keras untuk menyusun pengkaderan baru di NU. Alhamdulillah, berkat dedikasi banyak teman, akhirnya sistem pengkaderan baru sudah terbentuk dan siap di-“launching” mulai bulan Dzul Qa’dah mendatang.
Selama dua hari ini, PBNU mengundang sekitar 60an instruktur kaderisasi di tingkat nasional untuk mendiskusikan konsep dan model pengkaderan baru yang sudah kami rumuskan. Ketua Umum PBNU hadir semalam untuk membentangkan visinya tentang model pengkaderan NU yang baru.
Terus terang, Gus Yahya membawa gagasan-gagasan baru yang sangat segar dan menggugah untuk model kaderisasi yang baru ini. Saya tidak bisa menceritakan di sini. Sulahkan ikut pengkaderan NU jika ingin tahu apa visi baru Ketum PBNU yang baru ini.
Alhamdulillah, perjalanan yang cukup melelahkan selama tiga bulan terakhir ini bisa dituntaskan dengan baik. Semoga sistem pengkaderan NU yang baru di bawah Lakpesdam ini membawa berkah dan bisa melahirkan kader-kader NU yang lebih berkhidmah lagi bagi bangsa dan (ini kata kunci yang selalu diulang-ulang oleh Gus Yahya) “peradaban dunia”.
Salah satu filosofi yang kami pegang dalam merumuskan sistem pengkaderan baru ini adalah: kami terus melanjutkan sistem pengkaderan lama sampil menyempurnakan di sana-sini. Jika ada yang “radikal” baru dalam pengkaderan saat ini adalah pada aspek “ruh” dan visi gerakan NU ke depan.
Ruh ini dihembuskan oleh Gus Yahya melalui visi baru yang ia usung dan banyak dia ceramahkan dalam berbagai kesempatan resmi atau obrolan informal dengan para pengurus. Terus terang, saya melihat sesuatu yang “baru” pada NU di bawah Gus Yahya ini. Dan saya menaruh harapan yang cukup besar.
Saya ingin mengkahiri catatan ini dengan kutipan yang saya suka dari pidato Gus Yahya semalam: “Dalam berorganisasi, jangan takut pada ketidak sempurnaan; yang kita lakukan adalah memicu proses agar langkah menuju cita-cita kita bergulir. Hasilnya seperti apa, kita tidak tahu. Hanya Yang Di Atas yang tahu. Dan anak cucu kita yang akan memetik kelak.”