Oleh : Rudi Bintang
Jika kita melihat alasan Singapura menolak UAS masuk ke negaranya, kita jadi paham bahwa alasan penolakan itu adalah relevan.
Kita tahu beberapa waktu lalu UAS pernah menyatakan bahwa bom bunuh diri adalah jihad. Lalu dia juga pernah menyatakan bahwa ada jin kafir yang bertengger di patung salib.
Dari dua pernyataan itulah kemudian Singapura menolak kedatangan UAS karena dia dianggap sebagai tokoh yang berpotensi menimbulkan gesekan antar umat beragama di negaranya. Dan jelas ini adalah sebuah tindakan preventif.
Seandainya pun UAS merasa benar dengan perkataannya itu, namun di sisi yang lain, Singapura juga berhak untuk melakukan penilaian. Itu adalah hak prerogatif mereka dan kita wajib menghormatinya.
Dan tidaklah elok jika kemudian tuduhan-tuduhan seperti islamohobia, diskriminasi ulama, atau penghinaan, dan lain-lain, terlontar oleh kita terhadap pemerintah Singapura.
Dan sebelum kebablasan menuduh Singapura Islamophobia, perlu kita tahu bahwa presiden Singapura sekarang adalah muslimah Melayu bernama Hj. Halimah Yacob.
Beliau terpilih di tahun 2017 dan sudah menjabat selama enam tahun. Kita tahu di sana model tata negaranya, presiden adalah kepala negara, sedangkan kepala pemerintahan adalah Perdana Menteri yang saat ini dijabat oleh Lee Hsien Loong.
Dan perlu kita tahu bahwa penolakan ini adalah bukan yang pertama dilakukan oleh Singapura terhadap tokoh-tokoh agama. UAS adalah bukan orang pertama yang ditolak kedatangannya.
Singapura juga pernah melarang dua pendeta Kristen masuk negaranya karena sering menghina agama lain, termasuk Islam dan Budha.
Demikian juga Singapura melarang film The Kashmir Files yang bernada Islamophobia, dan berbau teori konspirasi.
Di sana masyarakat muslim juga dimudahkan dalam mencari makanan halal melalui sertifikasi yang dikeluarkan oleh MUIS.
Saya rasa banyak kawan-kawan Indonesia muslim yang tinggal di sana dan sama sekali tidak kesulitan untuk menjalankan keyakinannya.
Jadi kita perlu memahami cara pandang Singapura yang menganggap orang yang secara terbuka di ruang publik menghina agama lain, tidak cocok untuk diterima di negaranya.
Yang perlu dikritik dari Singapura, karena kita orang Indonesia, sebenarnya bukan bab ini, tapi issue seperti korporasi dan konglomerasi asal Singapura yang secara serampangan plus membabi-buta dalam mengeksploitasi alam Indonesia.
Juga persoalan koruptor Indonesia yang suka lari dan bersembunyi di sana sambil menaruh harta haramnya di rekening sana. Dan parahnya hal itu mendapat legal standing (pembolehan) dari pemerintah Singapura.
Itu yang harus kita kritik dari Singapura. Bukan ngomel-ngomel macam si Fadli Zonk, atau orang-orang PKS yang sibuk berstatemen, membangun opini publik seolah mereka islami banget sok nasionalis banget, dengan mengatakan bahwa penolakan UAS ini adalah bentuk penghinaan Singapura terhadap umat islam dan juga bangsa Indonesia.
Namun anehnya, di sisi yang lain, mereka tak pernah ikut memperjuangkan usaha pemerintah Indonesia untuk menarik seluruh harta haram koruptor Indonesia yang terparkir aman di sana.
Salam Akal Sehat