Oleh : Asad Said Ali
.
Kenangan yang tidak pernah terlupakan sepanjang hayat, puasa Ramadhan hanya 28 hari saja. Hal itu terjadi pada 1984, tahun kedua berpuasa di Jeddah, Arab Saudi.
Jam 03 malam telepon berdering, petugas piket KBRI Jedah di Jln. Khalid bin Walid memberi tahukan bahwa esok dudah hari raya Idul Fitri sesuai dengan pengumuman pemerintah Arab Saudi.
Kata petugas piket, ada kekeliruan dari pemerintah Arab Saudi dalam penentuan awal Ramadhan, terlambat sehari. Dalam penjelasan resminya pemerintah Arab Saudi meminta maaf atas kekeliruan tersebut. Pada hal dalam penentuan awal Ramadhan didasarkan pada keterangan 4 orang Baduy yang telah disumpah oleh petugas.
Kekeliruan bisa terjadi sebagai akibat metode kesaksian rukyah hilal sangat sederhana. Jika sudah ada empat orang yang melihat hilal awal Ramadhan secara bersama dan melapor kepada petugas pada kantor urusan haji dan wakaf, maka pemerintah langsung mengumumkan.
Paginya kami sholat iedul Fitri di masjid KBRI dan bersalam salaman atau berhalal bihalal. Pada hal di Arab Saudi, istilah halal bi halal tidak dikenal, khas Indonesia.
Berbeda dengan Indonesia yang dalam menentukan Ramadhan dengan cara melihat bulan (rukyah) dan sekaligus didasarkan pada perhitungan (hisab). Di Arab Saudi pada waktu itu, penentuan hilal hanya berdasarkan pada rukyat.
Di Indonesia saksi-saksi melihat hilal ditentukan oleh pemerintah atau wakil dari Ormas agama yang diberi tugas khusus, sedangkan di Arab Saudi siapa saja yang telah melihat hilal bisa langsung melapor kepada panitia.
Ketika itu 4 orang Baduy yang tinggal di kampung /padang pasir, memberikan laporan telah melihat hilal dan telah disumpah atas kesaksian tersebut.
Karena menyadari kekeliruan penghitungan tersebut, maka beberapa hari kemudian pemerintah Arab Saudi membayar semacam denda dalam bentuk uang kepada fakir miskin. Kami pun harus melengkapi puasa dengan menambah satu hari puasa, sehari setelah idul fitri. Suatu kenangan indah yang tidak pernah terlupakan.
Tahun itu adalah tahun kedua berlebaran ditanah suci. Ketika ada pemberitahuan tentang awal Ramadhan, kami sekeluarga belum tidur. Pada waktu itu musim panas, waktu puasa lebih panjang sekitar 16 jam. Kebiasaan di Arab Saudi, selama bulan Ramadhan tidak tidur sepanjang malam, baru setelah makan sahur dan sholat Subuh tidur dimulai dan bangun sekitar jam 10 pagi.
Kantor pemerintah dan swasta mulai jam 10 pagi sampai waktu maghrib tiba dan diseling dengan istirahat pada sholat dhuhur. Malam hari begadang sepanjang malam.
Waktu maghrib sekitar jam 19,30 malam dan Isya’ sekitar jam 21 malam. Setelah itu kami berbelanja dan jalan jalan di super market atau di pasar Baladiyah di bagian selatan kota Jeddah.
Pengalaman yang sungguh mengasyikkan, malam menjadi siang dan siang menjadi malam. Toko-toko mulai buka sehabis maghrib sampai menjelang subuh.
Pada 1987, kami sekeluarga pindah ke Damaskus Syria. Rupanya kebiasaan Syria berbeda dengan di Arab Saudi. Di Damaskus seperti di Indonesia ketika bulan puasa, malam adalah malam dan siang adalah siang.
Sholat taraweh di masjid Nabawi dan Masjid Al Haram dua puluh rakaat. Sedang di masjid-masjid diluar kedua tersebut, ada yang tarawih dua puluh rakaat dan ada pula yang delapan rakaat, tinggal pilih kita suka yang mana.
Umumnya. masjid yang dekat dengan pasar, delapan rakaat. Sah-sah saja dan tidak menjadi bahan perdebatan.
Selamat Idul Fitri, Mohon Maaf Lahir dan Batin. Taaqobbalallahu Minna Wa Minkum Shiyamana Wa Shiyamikum.