Oleh : Ir. H. Sunu Pramono Budi, MM
Tahun 1978, saat jadi anggota pengurus Persatuan Pelajar (PP/OSIS) SPMA (Sekolah Pertanian Menengah Atas) Haji Mena, Tanjung Karang, Lampung, saya dapat undangan menghadiri wisuda Sarjana Pertanian Universitas Lampung (UNILA). Pembawa acara menjelaskan, ada 10 Sarjana angkatan pertama. Ini panen pertama insinyur Faperta Unila.
Yang berkesan, ada satu orang sarjana pertanian cumlaude. Anak Transmigran era kolonisasi dari Pringsewu. Namanya Ir. Muhajir Utomo (MU). Walaupun sesama anak Transmigran, saat itu kami belum saling mengenal. Saya juga belum banyak tahu, seperti apa kehebatan Transmigrasi dalam membangun bangsa dan negara.
Kecintaan kepada pelajaran sejarah menuntun saya penasaran. Ingin tahu lebih banyak tentang Transmigrasi. Terlebih, jauh sebelum lahirnya PATRI, saya sering ke permukiman Transmigrasi hampir seluruh Indonesia. Ini berkaitan dengan keperluan pekerjaan.
Tahun 2004, setelah 26 tahun, kami jumpa Mas MU lagi. Tentu sudah banyak yang berubah. Mas Muhajir sudah jadi Profesor, dan jadi Rektor Unila pula. Saat MUNAS I PATRI (2004), Prof.DR.Ir.Muhajir Utomo,M.Sc (Prof.MU) disepakati menjadi Ketum DPP PATRI, dan saya sebagai Sekjennya.
Yang tidak berubah, semangat Mas MU. Semangat dan intonasi yang berapi-api. "PATRI telah melengkapi bukti, bahwa kontribusi Transmigrasi bukan hanya pengembangan wilayah dan ekonomi, tetapi juga pengembangan SDM unggul". Ujarnya saat itu.
"Kalau tidak lahir PATRI, siapa yang mendata potensi anak keturunan Transmigran?"
Setuju Prof.