Dalam mazhab Syafi’i, niat tidak hanya menyengaja melakukan sesuatu (qashdul fi’li), tapi juga harus disertai dengan kejelasan jenis ibadah yang dilakukan secara spesifik (ta”yîn), serta ketegasan status kefardluannya (fardliyyah), jika yang dilakukan itu ibadah fardlu. Semua itu wajib dibatek dalam hati, waktu niat puasa Ramadlan bisa kapan saja asal pada malam hari, dari tenggelamnya matahari sampai terbit fajar.
Redaksi niat puasa yang ada dan berlaku dikalangan mazhab syafii adalah seperti lafal niat yang sering kita dengar hingga kini di masjid-masjid atau madrasah-madrasah di Indonesia yang mayoritas pendudukanya bermazhab Syafi’i. yaitu, “Aku niat berpuasa esok hari untuk menunaikan ibadah fardhu di bulan Ramadhan tahun ini karena Allah ta'ala”.
نَوَيْتُ صَوْمَ غَدٍ عَنْ أَدَاءِ فَرْضِ الشَّهْرِ رَمَضَانِ هَذِهِ السَّنَةِ لله تَعَالىَ
Redaksi niat seperti itu ternyata adalah susunan lafadz yang di tawarkan oleh ulama-ulama syafiiyah yang disesuaikan dengan ketentuan niat seperti telah disebutkan di atas. Imam Nawawi, misalnya, menuliskan bahwa niat yang sempurna adalah dengan niat berpuasa esok hari untuk menunaikan ibadah fardhu di bulan Ramadhan tahun ini, karena Allah ta'ala”. (seperti dalam al-Majmu’ dan al-Minhaj lin Nawawi)
Tentang melafadzkan niat ulama syafiiyah menghukuminya sunnah. Sedangkan tradisi melafadzkan niat puasa Ramadhan secara bersama-sama usai shalat tarawih. Ini tidak lepas dari kearifan local, kearifan para ulama Nusantara dalam usaha kehati-hatian, jaga-jaga agar tidak lupa, sebab keabsahan puasa Ramadhan pertama-tama dinilai dari niatnya.
Referensi :
المجموع شرح المهذب - (ج 6 / ص 294). (الثانية) صفة النية الكاملة المجزئة بلا خلاف أن يقصد بقلبه صوم غد عن أداء فرض رمضان هذه السنة لله تعالي فأما الصوم فلا بد منه وكذا رمضان لا بد من تعيينه إلا وجه الحليمى السابق في المسألة قبلها.
المنهاج للنووي - (ج 1 / ص 105). وَيَجِبُ التَّعْيِينُ فِي الْفَرْضِ، وَكَمَالُهُ فِي رَمَضَانَ أَنْ يَنْوِيَ صَوْمَ غَدٍ عَنْ أَدَاءِ فَرْضِ رَمَضَان هَذِهِ السَّنَةِ لِلَّهِ تَعَالَى، وَفِي الْأَدَاءِ وَالْفَرْضِيَّةِ وَالْإِضَافَةِ إلَى اللَّهِ تَعَالَى الْخِلَافُ الْمَذْكُورِ فِي الصَّلَاةِ، وَالصَّحِيحُ أَنَّهُ لَا يُشْتَرَطُ تَعْيِينُ السَّنَةِ.
حاشية البجيرمي على المنهاج - (ج 5 / ص 372). (وَكَمَالُهَا) أَيْ النِّيَّةِ فِي رَمَضَانَ (أَنْ يَنْوِيَ صَوْمَ غَدٍ عَنْ أَدَاءِ فَرْضِ رَمَضَان هَذِهِ السَّنَةَ لِلَّهِ تَعَالَى) بِإِضَافَةِ رَمَضَانَ إلَى هَذِهِ ، وَذَلِكَ لِتَتَمَيَّزَ عَنْ أَضْدَادِهَا.