Lebih Dekat dengan Thoriqoh Naqsabandiyah; Ajaran dan Silsilah Thoriqoh Naqsabandiyah

Thoriqoh Naqsabandiyah merupakan satu-satunya Thoriqoh yang terwakili di semua provinsi yang berpenduduk mayoritas muslim. Thoriqoh ini sudah tersebar hampir ke seluruh pulau yang ada di tanah air, antara lain Sumatra, Jawa, Madura, Sulawesi, Lombok, dan Kalimantan. Pengikut Thoriqoh terdiri atas berbagai lapisan masyarakat, dari yang berstatus sosial rendah, lapisan menengah, hingga lapisan yang lebih tinggi.

b. Ajaran Thoriqoh Naqsabandiyah

  • Husy bar dam, ”sadar sewaktu bernapas”. Suatu latihan konsentrasi, yaitu seseorang harus menjaga diri dari kekhilafan dan kealpaan ketika keluar masuk napas supaya hati selalu merasakan kehadiran Allah.
  • Nazar bar qadam, ”menjaga langkah”. Seorang murid yang sedang menjalani khalwat suluk jika berjalan harus menundukkan kepala dan melihat ke arah kaki. Jika duduk, tidak memandang ke kiri atau ke kanan.
  • Safar bar watan, ”melakukan perjalanan di tanah kelahirannya”. Maknanya adalah melakukan perjalanan batin dengan meninggalkan segala bentuk ketidaksempurnaannya sebagai manusia menuju kesadaran akan hakikatnya sebagai makhluk yang mulia.
  • Khalwat bar anjuman, ”sepi di tengah keramaian”. Khalwat bermakna menyepinya seorang pertapa, sementara anjuman dapat berarti perkumpulan tertentu. Berkhalwat terbagi menjadi dua bagian, yaitu:

1)      khlawat lahir, yaitu orang yang bersuluk mengasingkan diri ke sebuah tempat tersisih dari masyarakat ramai;
2)      khalwat batin, yakni mata hati menyaksikan rahasia kebesaran Allah dalam pergaulan sesama makhluk.

  • Yazkara, ”ingat atau menyebut”. Berzikir terus-menerus mengingat Allah, baik zikir ism az-zat (menyebut Allah) maupun zikir nafi isbdt (menyebut la ilaha illallah).
  • Baz Gasht, (kembali”, ”memperbarui”. Hal ini dilakukan untuk mengendalikan hati agar tidak condong pada hal-hal yang menyimpang (melantur).
  • Nigah Dasyt, ”waspada”. Setiap murid harus menjaga hati, pikiran, dan perasaan dari sesuatu walau sekejap ketika melakukan zikir tauhid. Hal ini bertujuan untuk mencegah agar pikiran dan perasaan tidak menyimpang dari kesadaran yang tetap akan Tuhan serta untuk memelihara pikiran dan perilaku agar sesuai dengan makna kalimat tersebut.
  • Yad Dasyt, ” mengingat kembali”, yaitu tawajuh (menghadapkan diri) kepada Zat Allah Yang Maha Esa, tanpa berkata-kata. Pada hakikatnya menghadapkan diri dan mencurahkan perhatian kepada Zat Allah itu tiada lurus, kecuali sesudah fana (hilang kesadaran diri) yang sempurna. Tampaknya, hal ini semula dikaitkan pada pengalaman langsung kesatuan yang ada (wahdatul wujud)

Adapun tiga asas lainnya yang berasal dari Syekh Baha’uddin Naqsabandi adalah sebagai berikut.

  • Wuquf zamani, ”memeriksa penggunaan waktu”, yaitu orang yang bersuluk senantiasa mengamati dan memperhatikan dengan teratur keadaan dirinya, setiap dua atau tiga jam sekali.
  • Wuquf adadi, “memeriksa hitungan zikir”, yakni dengan penuh hati-hati (konsentrasi penuh) memelihara bilangan ganjil pada zikir nafi isbat, tiga atau lima sampai 21 kali.
  • Wuquf qalbi, “menjaga hati tetap terkontrol”. Kehadiran hati dan kebenaran tiada yang tersisa sehingga perhatian seseorang secara sempurna sejalan dengan zikir dan maknanya.

Thoriqoh Naqsabandiyah juga mempunyai dua macam zikir berikut ini.

  • Zikir ism az-zat, artinya mengingat nama yang hakiki dengan mengucapkan nama Allah berulang-ulang dalam hati, ribuan kali (dihitung dengan tasbih), sambil memusatkan perhatian kepada Allah semata.
  • Zikir tauhid, artinya mengingat keesaan. Zikir ini terdiri atas bacaan la ilaha illallah perlahan diringi dengan pengaturan napas, yang digambarkan seperti menggambar jalan (garis) melalui tubuh. Caranya, (a) bunyi la digambar dari daerah pusat terus ke atas sampai ke ubun-ubun; (b) bunyi ilaha turun ke kanan dan berhenti di ujung bahu kanan; (c) kata berikutnya illa. dimulai dan turun melewati bidang dada sampai ke jantung, dan (d) arah jantung inilah kata terakhir Allah dihunjamkan sekuat tenaga. Orang yang sedang berzikir membayangkan jantung itu mendenyutkan nama Allah dan memusnahkan segala kotoran.

Dalam praktik berzikir ada dua model atau cara, yakni zikir hati (tafakkur) mengingat Allah, merenungi rahasia ciptaan-Nya secara mendalam, serta merenungi zat dan sifat Allah Yang Maha mulia. Cara kedua dengan zikir anggota (jawarih), yaitu tenggelam dalam ketaatan. Sebagian ulama menyatakan bahwa zikir anggota tubuh (jawarih) itu adalah sebagai berikut.

  • Zikir mata dengan menangis.
  • Zikir telinga dengan mendengar yang baik-baik.
  • Zikir lidah dengan memuji Allah.
  • Zikir tangan dengan memberi sedekah.
  • Zikir badan dengan menunaikan kewajiban.
  • Zikir hati dengan takut dan berharap.
  • Zikir roh dengan penyerahan diri kepada Allah dan rela.

Adapun tujuh tingkatan zikir adalah sebagai berikut. Mukasyafah, Lataif, Nafi iStbat, WuqUf qalbi, Ahadiyah, Mafiyah, Tahlil.

Adab berzikir agar lebih dekat kepada Allah Swt. adalah sebagai berikut.
  1. Mempunyai wudu, selalu dalam keadaan suci dari hadas.
  2. Melaksanakan salat dua rakaat.
  3. Menghadap kiblat di tempat yang sepi.
  4. Duduk dengan posisi kebalikan dari duduk tawaruk dalam salat karena para sahabat duduk di hadapan Nabi Muhammad saw. seperti itu.
  5. Mohon ampun kepada Allah dari semua kesalahan dengan mengingat kejahatan yang telah dilakukan dan meyakini bahwa Allah melihatnya.
  6. Membaca al-Fatihah satu kali dan Surah al-Ikhla? tiga kali, kemudian dihadiahkan pahalanya kepada roh Nabi Muhammad saw. dan kepada roh-roh para Syekh Thoriqoh Naqsabandiyah.
  7. Memejamkan kedua mata, mengunci mulut dengan mempertemukan kedua bibir, lidah dinaikkan ke langit-langit mulut.
  8. Rabitah kubur, yakni membayangkan bahwa diri kita telah mati, dimandikan, dikafani, disalatkan, diusung ke kubur, dan dikebumikan.
  9. Rabitah mursyid, yakni murid menghadapkan hatinya ke hati syekh (guru) dan mengkhayalkan rupa gurti’dengan menganggap bahwa hati guru itu pancuran yang melimpah dari lautan yang luas ke dalam hati murjd. Syekh itu merupakan wasilah (perantara) untuk sampai kepada Allah.
  10. Menghimpun semua pancaindra, memutuskan hubungan dengan semua yang membuat kita ragu kepada Allah, dan menghadapkan semua indra hanya kepada Allah SWT.
  11. Mengucapkan “Ilaahi anta maqshudii wa ridlooka mathlubii a’thinii machabbataka wa ma’rifatak” sambil berlahan membuka dua mata.

a.      Silsilah Guru-Guru Naqsabandiyah Mengikuti Garis Nabi Muhammad saw.
  1. Muhammad saw.
  2. Abu Bakar as-Siddiq
  3. Salman al-Farisi
  4. Qasim bin Muhammad bin Abu Bakar as-Siddiq
  5. Ja’far as-Siddiq (wafat 148/765)
  6. Abu Yazid Thaifur al-Bustami (wafat 260/874)
  7. Abu al-Hasan al-Kharqani (wafat 425/1034)
  8. Abu Ali al-Farmadhi (wafat 477/1084)
  9. Abu Ya’qub Yusuf al-Hamadani (w. 535/1140)
  10. Abdul Khaliq al-Gujdawani (wafat 617/1220)
  11. Arif ar-Riwiqari (w. 657/1259)
  12. Mahmud al-Anjir Faqwani (wafat 464-670/1245-1272)
  13. Azizan Ali ar-Ramitani (wafat 705-721)
  14. Muhammad Baba’ as-Samasi (wafat 740-755/1340-1354)
  15. Sayyid Amir Kulali al-Bukhari (wafat 772/1371)
  16. Muhammad Baha’uddin an-Naqsabandi (wafat 791/1389)