Inilah Dampak Puncak Musim Hujan yang Bersamaan dengan El Nino

JAKARTA, (NU Online) Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mengumumkan bahwa puncak musim hujan akan terjadi pada Januari hingga Februari 2024. Pada tahun ini, musim puncak hujan terjadi bersamaan dengan fenomena El Nino yang berlangsung pada Maret hingga Mei 2024. 

Untuk diketahui, El Nino merupakan fenomena naiknya suhu muka laut di Pasifik tengah yang menyebabkan area hujan di Pasifik barat dan Indonesia bergeser ke Pasifik bagian tengah.

Pelaksana Tugas (Plt) Ketua Lembaga Penanggulangan Bencana dan Perubahan Iklim Nahdlatul Ulama (LPBINU) Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) H Maskut Candranegara mengungkapkan, puncak musim hujan pada prinsipnya tetap akan terjadi meskipun fenomena El Nino masih berlangsung.

"Dampak dari musim hujan yang bersamaan dengan terjadinya El Nino menyebabkan  berkurangnya curah hujan di Indonesia," ujarnya kepada NU Online, Senin (8/1/2024).

Ia menjelaskan, jika El Nino terjadi selama puncak musim hujan maka dampaknya akan terlihat pada curah hujan di Indonesia yang menyebabkan jumlah dan intensitas hujan akan lebih rendah daripada tahun-tahun sebelumnya.

"Musim hujan di Indonesia tahun ini diprediksi akan terjadi lebih pendek waktunya dibandingkan dari tahun-tahun sebelumnya," imbuh Maskut.

Fenomena tersebut disebabkan oleh El Nino yang terjadi sejak Mei 2023 yang menjadi pemicu. Musim hujan seharusnya terjadi dari Desember hingga Januari, dan bahkan pada Februari 2024, tetapi terlihat bahwa hujannya telah berakhir sebelum Februari. 

"Fenomena hujan di berbagai wilayah Indonesia juga dipengaruhi oleh Monsun Asia atau angin barat. Monsun Asia, lebih dominan daripada El Nino moderat yang saat ini sedang berlangsung. Walaupun El Nino tidak kuat, tetap ada efek mengurangi jumlah curah hujan yang akan masuk ke Indonesia," ungkapnya.

Maskut kemudian menjelaskan beberapa langkah yang bisa dilakukan dalam menghadapi ancaman El Nino. Pertama, melakukan identifikasi dan pemetaan wilayah yang berisiko mengalami kekeringan guna mengantisipasi dan mengatasi dampak El Nino. 

Kedua, wilayah yang berisiko lebih tinggi dapat dikategorikan dalam zona merah, kuning, dan hijau untuk menyusun strategi penanggulangan yang sesui.

"Khusus bagi petani, dapat mempercepat jadwal penanaman untuk mengejar sisa hujan yang masih tersedia sebelum masa kemarau tiba. Dengan demikian, mereka dapat memaksimalkan potensi hasil panen," ujarnya. 

Ketiga, pemerintah dapat meningkatkan ketersediaan alat dan mesin pertanian (alsintan) untuk membantu petani dalam proses percepatan tanam. Alsintan modern memungkinkan proses tanam lebih efisien dan cepat. 

Maskut menekankan bahwa penting untuk meningkatkan ketersediaan air selama kemarau dengan pembangunan serta perbaikan infrastruktur pengelolaan air seperti embung, dam parit, sumur resapan, rehabilitasi jaringan irigasi, dan pompanisasi.  

Program adaptasi dan mitigasi dapat dirancang oleh pemerintah khusus untuk menghadapi dampak El Nino, termasuk edukasi, bimbingan teknis, dan pendampingan bagi petani.  

"Dengan mengambil langkah-langkah antisipasi dan adaptasi yang tepat, pemerintah, khususnya petani dapat mengurangi risiko dan dampak negatif El Nino pada sektor pertanian," paparnya. 

Maskut menegaskan, pemerintah juga memiliki peran penting dalam memberikan dukungan dan kebijakan yang mendukung ketahanan pangan dan kesejahteraan petani di tengah perubahan iklim yang semakin tidak terduga.

Sumber website NU Online