Direktur Beit Midrash for Judaism and Humanity, Rabbi Yakov Nagen, di Grand Hyatt Nusa Dua, Bali, Selasa (2/11/2022).
NUSA DUA BALI - G20 Religion Forum (R20) menghadirkan ratusan partisipan dari mancanegara. Direktur Beit Midrash for Judaism and Humanity, Rabbi Yakov Nagen turut menghadiri forum tersebut.
Delegasi asal Amerika itu berharap, gagasan yang dibawa R20 bisa memberi solusi pada pergolakan yang terjadi di Timur Tengah.
“Saya tahu bahwa di Timur Tengah, agama terkadang menjadi bagian dari masalah. Agama harus menjadi bagian dari solusi,” kata Rabbi Yakov, di Grand Hyatt Nusa Dua, Bali, Selasa (2/11/2022).
Ia menilai, R20 menjadi forum penting untuk menjembatani beragam sudut pandang keagamaan di berbagai belahan dunia.
“Bagi orang-orang Timur Tengah yang telah sangat menderita, kita membutuhkan agama untuk menyatukan kita,” ujarnya.
Ditemani dengan seorang sahabat dari Palestina, ia mengungkapkan kebahagiaannya berkesempatan menghadiri forum dialog antarpemuka agama dunia itu.
“Saya sangat bersyukur berada di sini,” ungkap dia.
Ia meyakini, kolaborasi Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) dan Liga Muslim Dunia atau Muslim World League (MWL) dalam menginisiasi R20 menjadi gerbang utama dalam upaya mencapai perdamaian global, termasuk di Timur Tengah.
“Inilah yang dilakukan pimpinan NU dan Liga Muslim Dunia untuk membantu membawa harapan dan perdamaian bagi masyarakat di Timur Tengah dan dunia,” tuturnya.
“Saya berharap dunia akan mendengar apa yang telah dikatakan di sini (R20),” pungkas dia.
Seperti diketahui, R20 digelar PBNU bersama Liga Muslim Dunia atau Muslim World League (MWL) di Nusa Dua, Bali, pada 2-3 November 2022. Forum ini mempertemukan para pemimpin agama dan sekte-sekte dunia dengan peserta utama dari negara-negara anggota G20 dan negara nonanggota presidensi G20.
Total negara negara yang terkonfirmasi hadir pada perhelatan R20 sebanyak 32 negara. Sebanyak 338 partisipan terkonfirmasi hadir, 124 berasal dari luar negeri. Forum tersebut menghadirkan 45 pembicara dari lima benua.
Forum R20 tahun ini, dengan Indonesia inisiator sekaligus tuan rumah, akan berfokus pada beberapa isu.
Pertama Historical Grievances (Kepedihan Sejarah), Pengungkapan Kebenaran, Rekonsiliasi, dan Pengampunan. Kedua, Mengidentifikasi dan Merangkul Nilai-Nilai Mulia yang Bersumber dari Agama dan Peradaban Besar Dunia.
Ketiga, Rekontekstualisasi Ajaran Agama yang Usang dan Bermasalah. Keempat, Mengidentifikasi Nilai-Nilai yang Dibutuhkan untuk Mengembangkan dan Menjamin Koeksistensi Damai. Terakhir, Ekologi Spiritual.***