Oleh : Hasprabu, Ketua Umum DPP PATRI
Aneh kedengarannya? Kok organisasi anak Transmigran di daerah pengirim? Bukankah Transmigran umumnya ada di luar Jawa?
Sebenarnya ini bukan barang baru. Hanya belum lazim diketahui. Sehingga perlu diwujudkan. Karena realitasnya ada warga PATRI yang jadi pelaku. Walaupun baru dua daerah. Lampung dan NTB. Faktanya, ketika saya ke Kaltara, Kalteng, Kalsel dan Sultra ternyata bertemu transmigran dari Lampung.
Di Sulbar dan Sulsel juga bertemu saudara kita, warga trans asal Lombok (NTB). Karena itu perlu dibentuk organisasi PATRI di daerah pengirim.
Lalu, tugasnya apa? Bukankah daerah pengirim tidak mengalami kasus tanah trans, infrastruktur, dan menjual hasil panen? Justru itu. Salah satu terjadinya kasus lahan trans karena tidak ada pelibatan perencanaan sejak hulu. Sehingga mengalir sepertinya lancar. Ternyata setelah dihilirnya tersumbat. Belasan hingga puluhan tahun. Para petugasnya sudah wafat dan pensiun. Tinggallah warga trans pilu tersia-siakan.
Fakta lain, saat ini masih ada pengiriman calon transmigran. Terutama dari Jawa ke luar Jawa. Mereka hanya diurus oleh staf setingkat seksi (eselon 4) di dinas kabupaten/kota. Kadang namanya dinas Sosial dan Naker. Karena urusan transmigrasinya sudah hilang.
Bahkan yang menangani ada yang non eselon. Hanya staf yang sering mutasi. Padahal animo masyarakat bertransmigrasi masih tinggi. Seperti di Jawa Timur, Yogyakarta, Jawa Tengah, dan Jawa Barat. Mengapa tidak diambil alih saja oleh DPC atau DPD PATRI Jatim, DIY, Jateng, dan Jabar?
Jadi TUSI organisasi PATRI di daerah pengirim mirip TUSI-nya seksi transmigrasi di Dinas pengirim. Sejak promosi, sosialisasi, rekrutmen, seleksi, pelatihan, pengawalan ke kimtrans tujuan, hingga menyerahkan kepada DPC/DPD PATRI daerah tujuan. Karena sesama PATRI, maka tidak perlu ada KSAD (kerjasama antar daerah). Dengan demikian proses pengiriman dan jumlah yang terkirim bisa lebih banyak dan terkendali.
Penyediaan tanah dan biayanya bagaimana? Teman jejaring PATRI (sejak Ranting, Anak Cabang, dan Cabang) tentu lebih tahu. Lokasi mana yang clear and clean, eks HGU terlantar atau habis masanya, serta tanah negara mana saja yang siap dikonversikan. Tinggal didiskusikan dengan pimpinan daerah.
Bagi anggota PATRI yang jadi ekskutif dan legislatif, bisa berperan aktif mengawal penyediaan lahan. Supaya dikemudian hari tidak terjadi kasus lahan yang dialami warga trans.
Biayanya? Insya Allah calon transmigran saat ini dan kedepan ada yang mampu swadaya. Bisa juga PATRI daerah pengirim mendorong Pemda dan pengusahanya untuk berinvestasi pertanian secara transmigrasi. Misalnya bisnis bumbu dapur. Bahan bakunya ditanam dan diolah di kimtrans. Setelah jadi hasilnya dikirim ke daerah asal. Karena jumlah konsumen lDan masih banyak inovasi yang bisa dilakukan. Baik bidang teknologi, sosbud, ekonomi, ekosistem, dan bela negara. Menuju era Gerakan Transmigrasi untuk mendukung pembangunan berkelanjutan.
Semuanya itu sebagai perwujudan, Rumah PATRI sebagai Rumah Perekat Bangsa. Merekatkan trans dan calon trans, sejak hulu hingga hilir nyata hasilnya. Sehingga materi pembekalan betul-betul disesuaikan dengan pengalaman anggota PATRI.
Porsi materi wawasan kebangsaan. Agar calon transmigran paham pentingnya kebersamaan dan keberagaman yang ada di daerah tujuan. Sehingga transmigran paham visi PATRI. Transmigrasi sebagai Gerakan Nasional Lintas Agama, Suku, dan Budaya. PATRI adalah Rumah Perekat Bangsa. Bukan sekedar proyek demografi belaka.
Keberadaan DPC dan DPD PATRI di Pulau Jawa juga untuk antisipasi. Jika suatu saat kelembagaan transmigrasi dilikuidasi, PATRI sebagai pelanjutnya. Karena dinamika Politik dan kebijakan mudah berubah. Transmigrasi secara program bisa saja hilang. Tetapi Ruh Transmigrasi sebagai Gerakan Nasional Perekat Bangsa, Insya Allah akan terus hidup mengalir diurat nadi warga PATRI.