Sejarah Asal Mula Meletusnya Gunung Krakatau Hingga Kemunculan Anak Krakatau


Foto udara letusan gunung Anak Krakatau di Selat Sunda, Minggu (23/12). Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyampaikan telah terjadi erupsi Gunung Anak Krakatau, di Selat Sunda pada Sabtu, 22 Desember 2018 pukul 17.22 WIB dengan tinggi kolom abu teramati sekitar 1.500 meter di atas puncak (sekitar 1.838 meter di atas permukaan laut).

Penulis: Siti Nur Aeni

Letusan Gunung Krakatau menjadi letusan terdahsyat yang pernah terjadi di Indonesia. Dampaknya bahkan terasa hingga luar negeri. Berikut ini ulasan lengkap tentang sejarah letusan gunung tersebut.  

Indonesia merupakan negara yang berada dalam ring of fire. Hal tersebut membuat negara kita memiliki banyak gunung berapi. Sebagian besar gunung berapi yang ada di negara kita merupakan gunung berapi dengan letusan besar dan eksplosif. Salah satu gunung berapi tersebut yaitu Gunung Krakatau.

Kehadiran gunung berapi membuat negara kita memiliki risiko bencana letusan gunung lebih besar dibandingkan negara lain. Letusan gunung berapi juga dapat mengakibatkan bencana alam lainnya seperti tsunami dan polusi udara.

Walaupun demikian, ada juga dampak positif dari letusan gunung berapi. Daerah yang mengalami dampak letusan gunung berapi diketahui memiliki tanah lebih subur dibandingkan daerah tidak terdampak.

Sebagai contoh, di Pulau Jawa sering mengalami letusan gunung berapi sehingga tanah di Jawa relatif lebih subur dibandingkan di pulau lainnya. Hal tersebut sesuai dengan penjelasan dalam Jurnal Masyarakat & Budaya 16(1), yang menyebutkan bahwa tanah subur di Pulau Jawa dapat mendukung 1.200 orang per mil.

Sedangkan di Kalimantan hanya bisa mendukung 4,5 orang saja dengan luasan yang sama. Kondisi tersebut dikarenakan material yang dikeluarkan oleh gunung berapi yang meletus di Jawa secara tidak langsung menciptakan kesuburan tanah.

Di Indonesia memang sudah sering terjadi letusan gunung berapi dan salah satu yang terdahsyat yaitu letusan Krakatau. Sejarah Gunung Krakatau tersebut terlah dicatat di berbagai dokumen termasuk dalam Jurnal Masyarakat & Budaya 16(1). Berikut penjelasan seputar sejarah letusan Krakatau di tahun 1883.

Letusan Gunung Krakatau Tahun 1883

Gunung Krakatau merupakan salah satu gunung yang bersejarah bagi bangsa Indonesia. Letak Gunung Krakatau berada di Pulau Rakata. Pulau tersebut ada di Selat Sunda yang memisahkan Jawa dan Sumatra. Secara administratif, gunung ini berada di Kabupaten Lampung Selatan, Provinsi Lampung.

Gunung berapi ini pernah meletus pada 26-27 Agustus tahun 1883. Letusan Krakatau pada saat itu disebut sebagai bencana alam yang mempunyai kedahsyatan sama dengan kisah masyarakat Pompeii dan Heculaneum yang terkubur oleh letusan Gunung Vesuvius.

Letusan Gunung Krakatau di tahun tersebut membuat sebagian besar gunung berapi bersama Pulau Rakata runtuh ke dalam laut. Pada saat itu, Krakatau mengeluarkan jutaan ton batu, debu, dan magma. Material tersebut menutupi wilayah seluas 827.000 km2.

Di hari kedua Gunung Krakatau meletus, terjadi gelombang besar tsunami yang membawa material vulkanik berupa magma dan batu manas. Material tersebut mengenai pesisi Lampung dan Banten. Gelombang tsunami tersebut bahkan mencapai Afrika dan suara letusannya terdengar hingga Sri Lanka dan Karachi bagian barat, serta Perth dan Sydney bagian timur.

Letusan Gunung Krakatau juga mengakibatkan perubahan suhu udara dan iklim dunia. Perubahan iklim terjadi di beberapa wilayah seperti Eropi, Jepang, dan Amerika Serikat.

Di Indonesia, wilayah yang paling terdampak yaitu Banten dan Lampung. Banten merupakan yang cukup ramai sebab menjadi kota pelabuhan yang besar dan penting di Asia Tenggara. Banten juga merupakan wilayah yang subur.

Sementara itu Lampung merupakan daerah perkebunan dengan berbagai komoditas penting tumbuh di sana. Produk perkebunan yang paling populer dari daerah tersebut yaitu lada.

Selama beberapa abad, masyarakat Banten dan Lampung sudah bersahabat dengan Gunung Krakatau. Adanya letusan pada tahun 1883 membuat ekologi dan kehidupan makhluk hidup di wilayah tersebut hancur.

Pertumbuhan Gunung Anak Krakatau

Dalam Jurnal Geologi Indonesia 1(3), diterangkan bahwa setelah mengalami letusan dahsyat pada pertengahan tahun 1883, Gunung Krakatau mengalami masa istirahat selama beberapa tahun. Tanggal 29 Desember 1927, Gunung Krakatau mengalami letusan bawah laut.

Letusan tersebut mengakibatkan air tersembut di pusat Kompleks Gunung Api Krakatau dan menyerupai air mancur. Letusan bawah laut itu terjadi terus menerus sampai 15 Januari 1929.

Seorang ahli gunung api menyatakan bahwa terdapat tumpukan material di samping tiang asap yang membentuk pulau kecil. Fenomena tersebut kemudian dikenal dengan kelahiran anak Krakatau.

Pertumbuhan Gunung Anak Krakatau terletak di pusat Kawasan Krakatau. Anak gunung tersebut tumbuh dari kedalaman 180 meter di bawah laut dan muncul kepermukaan pada tahun 1929. Pertumbuhan gunung tersebut cukup cepat dan beberapa kali mengalami letusan.

Pada tahun 200, dilakukan pengukuran dimensi Gunung Anak Krakatau. Pada saat itu, diketahui bahwa tinggi gunung tersebut sudah mencapai 315 meter di atas permukaan laut dengan volume 5,51 km3. Secara umum pertumbuhan anak Krakatau rata-rata empat meter setiap tahunnya.

Masih mengutip dari sumber yang sama, dijelaskan bahwa jika melihat cepatnya pertumbuhan Gunung Anak Krakatau, maka tidak menutup kemungkin akan terjadi letusan di suatu hari yang menyerupai letusan Gunung Krakatau 1883. Apabila hal tersebut terjadi, maka daerah yang paling terdampak yaitu kawasan Selat Sunda.

Letusan anak Krakatau diprediksi bisa mengakibatkan bencana untuk penduduk di sekitar Selat Sunda atau bagi pelayaran yang melewati selat tersebut. Abu yang dihasilkan dari letusan tersebut juga dapat menyebabkan kerusakan pada mesin jet.

Itulah sejarah letusan Gunung Krakatau pada tahun 1883 dan awal mula kemunculan anak Krakatau yang perlu kita ketahui.

Dikutip dari Katadata.co.id