Ngaji terakhir di bulan Ramadhan kali ini temanya tentang Penetapan awal bulan Ramadhan dan Syawal. Pas sekali dengan momentum yang sebentar lagi akan kita hadapi.
Dalam Kitab Hujjah Ahlis Sunnah Wal Jama'ah, Mbah Ali Maksum menjelaskan bahwa dalam pandangan semua ulama' madzhab empat menyatakan bahwa ketetapan awal bulan Ramadhan dan Syawal bisa melalui salah satu dari dua hal, yaitu :
1. Melalui Ru'yah hilal .
Ru'yah Hilal (melihat bulan) ini dilakukan pada tanggal 29 di bulan Sya'ban untik menentukan awal bulan Ramadhan atau 29 Ramadhan untuk menetapkan awal bulan Syawal. Hal yang sama juga bisa dilakukan pada setiap tanagal 29 di setiap bulan untuk menetapkan awal bulan.
2. Melalui Ikmal (menyempurnakan) 30 hari.
Cara kedua ini dilakukan jika cara yang pertama tidak bisa ditempuh. Artinya, jika ru'yah tanggal 29 tidak bisa menemukan hilal, baik karena mendung, atau asap, atau debu yang menutup langit, atau yang lainnya, maka harus menyempurnakan bulan Sya'ban atau Ramadhan menjadi 30 hari. Setelah 30 hari, besoknya barulah masuk awal bulan yang baru secara yakin.
Dari cara-cara di atas, menunjukkan bahwa bulan hijriyah itu minimal 29 hari dan maksimal 30 hari. Berbeda dengan bulan Masehi yang minimal harinya adalah 28 dan maksimalnya 31 hari. Karenanya, terdapat selisih jumlah hari antara tahun hijriyah dan masehi. Selisih itu setiap tahun berjumlah 11 hari.
Lalu, bagaimana dengan ilmu hisab (penentuan awal bulan berdasarkan ilmu hitungan) yang menggunakan rumus ilmu Falak? Dalam kitab tersebut dijelaskan bahwa Madzhab Syafi'i membolehkan penentuan awal Ramadhan dan Syawal berdasarkan hisab bagi orang yang ahli dalam ilmu tersebut.
Tetapi hal itu hanya boleh digunakan untuk pribadinya sendiri atau pribadi dan oleh murid-muridnya yang meyakini kebenaran ilmu hisab tersebut. Sementara untuk ketetapan awal bulan Ramadhan atau Syawal untuk khalayak umum wajib ditetapkan berdasarkan salah satu dari dua cara di atas.
Sementara madzhab lain selain Syafi'i, Melarang penetapan awal bulan Ramadhan dan Syawal melalui ilmu hisab secara mutlak, baik untuk diri sendiri maupun untuk khalayak umum. Hal itu karena adanya hadis Nabi yang menegaskan:
صوموا لرؤيته وأفطروا لرؤيته. فان غم عليكم فأكملوا عدة شعبان ثلاثين (رواه البخاري).
Artinya: "Berpuasalah karena melihatnya (hilal) dan berbukalah (merayakan hari idul fitri) karena melihatnya (hilal). Jika kalian tertutup oleh mendung maka sempurnakan Sya'banmu menjadi 30 hari. HR. Bukhari.
Dan adanya ayat :
"...فمن شهد منكم الشهر فليصمه..."
Artinya: "...Barangsiapa melihatnya (hilal bulan Ramadhan) maka berpuasalah..."
Karena dalil diatas itulah, maka ulama madzhab empat dan ulama ahlis sunnah wal jama'ah ijma' atau sepakat bahwa penentuan awal bulan Ramadhan dan Syawal hanya bisa dilakukan melalui salah satu dari dua cara diatas.
Itulah pendapat para ulama terkait penentuan awal bulan Ramadhan dan Syawal dengan dalil-dalil yang telah jelas sebagaimana yang disebutkan Kiai Ali Ma'shum dalam kitab Hujjah Ahli Sunnah Wal Jama'ah.
Terimakasih untuk sahabat-sahabat Fatayat yang telah setia menyimak pengajian ini selama bulan Ramadhan. Insya Allah pengajian ini akan dilanjutkan kembali hingga khatam setelah bulan puasa.
Semoga ada umur panjang dan kita bisa bertemu kembali untuk bersama-sama mengaji kitab Romo Kiai Ali Makshum ini dengab istiqomah dan ikhlas.
Jika ingin menyimak lengkap Kajian Ramadhan ini silahkan kunjungi fanpage PAC Fatayat Margoyoso.