Oleh : Hanief Saha Ghafur - Santri Pesantren Salaf dan Dosen Metodologi Riset, SKSG-UI
Memang nyaris terus jadi debat panjang antara Hisab dan Rukyat. Tulisan ini dimaksudkan untuk memberi perspektif dari jawaban sains modern tentang diskursus dua argumentasi tersebut.
Dipastikan semua ahli Rukyat itu telah melakukan hisab menggunakan matematika prediktif sebelumnya. Namun belum tentu mereka yang telah melakukan hisab itu melakukan rukyat verifikasi di lapangan. Ahli Hisab seringkali merasa sudah puas dan yakin dengan hitungan matematika prediktif di atas kertas.
Merasa yakin dan tidak perlu lagi melihat fakta nyata di lapangan. Jadi keduanya saling membutuhkan. Rukyat harus dilakukan menggunakan metodologi hisab. Begitu juga hisab harus tetap dilakukan verifikasi faktual di lapangan.
Menurut sains hisab saja itu tidak cukup. Hisab itu sekedar hitungan matematika prediktif. Mengapa menurut sains tidak cukup? Sejatinya Hisab berbentuk "numeric-mathematics" adalah teori abstrak yang hanya ada di alam pikiran kita dan belum tentu ada di alam nyata. Karena masih ada di ranah kognitif, maka teori itu perlu diturunkan ke alam nyata melalui verifikasi faktual.
Menurunkan matematika prediktif dibutuhkan asumsi dan uji hipotesis sebelum di verifikasi faktual atas kebenarannya. Hisab itu hanya sekedar hitungan prediktif di atas kertas dan biasanya dilakukan jauh sebelum kejadian. Terutama saat saat mau menyusun kalender.
Hisab berbentuk matematika preditif melalui hipotesisnya perlu diuji dan di-verifikasi faktual untuk membuktikan kebenarannya. Baik pernyataan hipotesis dan asumsi itu adalah dugaan sementara (ظني).
Menurut Qur'an dugaan itu tidak cukup. ان الظن لا يغني من الحق شيئا
(Sesungguhnya assumsi dan hipotesis itu tidak cukup memenuhi derajat kebenaran samasekali). Hipotesis dan asumsi belum cukup jadi alat bukti kuat, sah, dan meyakinkan. Belum cukup jadi bukti kebenaran (verified truth) sampai dilakukan verifikasi faktual (رؤية الحلال) di lapangan.
Jelang hari H (H-) rukyat verifikasi dilakukan tentu tidak dengan mata telanjang. Tetapi dengan teknologi tinggi, seperti teknologi observatorium, teknologi penginderaan jarak jauh, dan seterusnya. Tentu juga melibatkan para pakar dan lembaga yang kredibel di bidangnya.
Selain jawaban sains ini, Nabi SAW anggap perlu rukyat Hilal berbasis teknologi. Bukan rukyat dengan mata telanjang. Rukyat itu dilakukan karena ada perintah Nabi SAW :
صومو لرؤيته و افطروا لرؤيته.
Menjalankan perintah untuk melakukan verifikasi faktual di lapangan terhadap asumsi dan hipotesis dari suatu matematika prediktif yang telah dibuat jauh hari sebelumnya. Terutama saat para ahli hisab membuat kalender.