Oleh : Helmi Hidayat (Dosen UIN Syarif Hidayatullah)
Sudah seminggu Abu Nuwas pusing gara-gara perseteruan Kepala Distrik Karadah dengan imam masjid setempat. Rais al-Daairah Ismail Al-Barmansyahi Al-Baghdadi, penguasa Distrik Karadah di Baghdad Selatan, membuat aturan semua masjid di daerah kekuasaannya hanya boleh menyalakan pengeras suara maksimal 30 menit.
Dia berdalih, selain suara azan yang memang merdu dan syahdu, suara-suara lain hanya membuat bising dan mengganggu masyarakat. Apalagi jika pengeras suara diaktifkan sejak pukul 03:00 dinihari, padahal subuh baru tiba pukul 05:00.
Rais Ismail Al-Barmansyahi sebenarnya hanya ingin bersikap bijak dan menampilkan Islam damai penuh kesejukan. Meski Muslim adalah mayoritas, banyak juga penganut Kristen, Shabiin, Yahudi, terutama Majusi tinggal di Karadah. Bayangkan jika orang-orang yang tidak ada hubungannya dengan kewajiban salat subuh ini harus terganggu.
‘’Kita sering bilang Islam adalah rahmatan lil-alamin, agama yang penuh kasih sayang kepada seluruh makhluk. Tapi bagaimana mau disebut rahmat jika menara-menara masjid mereka menebar suara bising di luar azan sekencang-kencangnya lima kali sehari sejak pagi buta sampai pagi buta lagi. Suara azan itu bagus, harus terus kita kumandangkan, tapi suara-suara di luar azan itu?’’ tanya Ismail Al-Baghdadi dengan bijak.
Tapi toh tidak semua masyarakat menerima argumentasi Ismail Al-Baghdadi. Syekh Yunus Ihsanuddin Al-Karadahi, imam masjid terbesar di Karadah, menolak keras. Syekh Yunus berdalih menggunakan pengeras suara adalah bagian dari agama dan karena itu penggunaannya tak boleh dibatasi. Dia tak peduli saat diberitahu pengeras suara adalah bid’ah. Bilal di zaman Nabi SAW tidak pernah menggunakan pengeras suara. Dia tak peduli apakah suara bising dari menara masjid menggangu tidur masyarakat non-Muslim atau tidak. Pokoknya dia yakin, semakin keras suara dakwah di menara, semakin kencang dia terbang ke surga.
Sebenarnya tak hanya non-Muslim yang terganggu, kaum Muslim di Karadah juga banyak yang terganggu. Maklum sejak pukul 03:00 pagi suara Syekh Yunus sudah mengudara, padahal suaranya tak terlalu merdu juga. Hanya saja, karena tubuh Syekh Yunus tinggi besar, lagi pula dia selalu berteriak-teriak setiap kali diajak berdiskusi, penduduk Karadah lebih memilih diam.
Untuk membuat suasana Baghdad kondusif, Khalifah Harun Al-Rasyid seperti biasa memerintahkan Abu Nuwas mengatasi kemelut ini. Dia tak mau kemelut itu menular ke distrik lain, lalu politik Baghdad jadi riuh. Tugas inilah yang membuat pujangga Baghdad itu awalnya pusing.
Tapi, bukan Abu Nuwas jika tak bisa mengatasi persoalan ini. Diam-diam, sejak lima hari lalu dia mulai salat berjamaah di masjid pimpinan Syekh Yunus. Semua gerak-gerik imam masjid itu dia perhatikan. Pujangga cerdik ini mengikuti setiap aktivitas Syekh Yunus layaknya seorang intelijen profesional. Syekh Yunus tentu saja tidak tahu dirinya diawasi.
Esok hari Abu Nuwas dapat akal. Saat salat zuhur di siang yang terik, dia membawa anjing hitam. Hewan jinak itu dia ikat di halaman masjid. Karena kepanasan, anjing itu terus menggonggong sepanjang jamaah sedang salat. Syekh Yunus tentu saja sangat terganggu. Anjing!, katanya dalam hati. Siapa yang bawa anjing ke masjid?
Setelah jamaah bubar, Syekh Yunus tidak langsung pulang. Dia mendekati anjing hitam di halaman masjid sambil berteriak, ‘’anjing siapa ini?!’’
Abu Nuwas yang memang menunggu momen ini buru-buru menghampiri sang imam sambil pura-pura terkejut. ‘’Oh, maaf wahai imam masjid, itu anjing saya.’’
‘’Anda bawa anjing ke masjid? Anda tidak tahu bahwa hewan ini najis? Islam melarang pemeluknya memelihara anjing. Barangsiapa memelihara anjing, dia akan dikutuk malaikat!’’
‘’Sabar Pak Haji,’’ jawab Abu Nuwas lemah lembut. ‘’Jika membawa anjing dikutuk malaikat, berarti pemuda ashabul kahfi juga dikutuk malaikat? Buktinya mereka bawa anjing tapi masuk surga?’’
Syekh Yunus terdiam. Dia baru tersadar bahwa Al-Quran mengabadikan kisah pemuda saleh ashabul kahfi tidur di gua bersama anjing, bukan dengan kucing, apalagi kambing.
‘’Ini bukan anjing sembarangan,’’ lanjut Abu Nuwas yang merasa sudah di atas angin. ‘’Dia keturunan langsung anjing yang tidur bersama ashabul kahfi. Di antara anjing-anjing yang lain, dia yang paling rajin beribadah dan bertasbih pada Allah.’’
‘’Anda sudah gila ya? Masa anjing beribadah pada Allah?’’
Abu Nuwas buru-buru membacakan dalilnya dalam Al-Quran surat Al-Isra’ ayat 44 bahwa semua penghuni langit dan bumi, tentu termasuk anjing, bertasbih pada Allah SWT, hanya saja umat manusia tidak mengerti tasbih mereka. Tak lama anjing di depan mereka menggonggong. Guuuukkk … guuuukkk … Abu Nuwas mendekatkan kupingnya ke arah anjing.
‘’Anjing ini kirim salam pada Pak Haji,’’ kata Abu Nuwas, usai mendengarkan bisikan anjing di sampingnya. ‘’Tapi dia juga kirim salam pada perempuan yang pak haji ajak jalan-jalan ke pasar tiga hari lalu.’’
Syekh Yunus tentu saja terkejut. Dari mana anjing ini tahu tiga hari lalu dia mengajak seorang perempuan ke pasar? Abu Nuwas paham lelaki di depannya terkejut bukan main, tapi dia pura-pura santai. Tentu saja Abu Nuwas tahu sang imam pergi ke pasar bersama perempuan tiga hari lalu, bukankah dia menyelediki gerak-gerik Syekh Yunus dalam lima hari terakhir?
‘’Ini gila, dari mana anjing itu tahu? Tapi Anda harus percaya, saya tidak melakukan perbuatan tercela dengan perempuan itu. Dia sedang saya rayu agar mau menikah dengan keponakan saya yang berdagang di pasar,’’ kilah Syekh Yunus.
Tak lama anjing itu kembali menggonggong guuuuk … guuukk …
Lagi-lagi Abu Nuwas pura-pura mendengarkan bisikan si anjing. ‘’Kata anjing ini, sebaiknya kursi dan meja yang pak imam beli di pasar dua hari lalu ditaruh di rumah saja, jangan titip di masjid. Haram. Itu sama saja korupsi rumah Allah,’’ kata Abu Nuwas.
‘’Gila! Dari mana anjing ini tahu saya baru saja membeli perabot rumah dan menitipkannya di masjid?’’ gumam Syaikh Yunus dalam hati sambil geleng-geleng kepala. Abu Nuwas hampir ngakak, tapi dia cepat buang muka. Dua hari lalu dia memang tahu sang imam membeli barang lalu menitipkannya di masjid untuk sementara waktu.
Guuukkkk … guuuukkkk … anjing itu kembali menggonggong. Abu Nuwas mulai menguping lagi, sang imam mulai gemetar lagi. Rahasia apa lagi yang mau diungkap anjing saleh ini, pikirnya.
‘’Pak haji, mohon maaf, barusan anjing sakti ini berbisik, jika besok subuh pak haji menggunakan pengeras suara seperti biasa, alat itu hanya akan mengeluarkan suara anjing guuuukkk … guuukkkk … Sebaiknya pak haji berhati-hati, nanti masyarakat menduga pak haji main-main dengan agama,’’ kata Abu Nuwas santai, sambil melepas rantai anjing lalu pergi.
Syekh Yunus diam mematung. Pikirannya berkecamuk, bagaimana mungkin seekor anjing bisa menebak masa lalu dan masa depannya. Ini gawat, pikirnya.
Saat Ashar tiba, dia mulai ragu menggunakan pengeras suara. Berkali-kali dia mencobanya lebih dulu, untuk memastikan bukan suara anjing yang keluar. Saat Maghrib tiba, keraguannya pada pengeras suara bertambah. Bahkan dia hampir saja tidak berani menggunakan pengeras suara saat azan Isya.
Usai salat Isya berjamaah, sang imam tidak bisa tidur. Dia bengong di masjid. Jam menunjukkan pukul 03:00 dinihari. Tapi tidak seperti biasanya, dia tak berani beranjak ke mihrab. Syekh Yunus tak bisa membayangkan, satu distrik Karadah geger jika dari menara masjidnya terdengar suara anjing menggonggong. Ketika subuh tiba, sang imam benar-benar tak berani menyentuh pengeras suara. Dia lalu azan sekencang-kencangnya.
Masyarakat yang biasanya tiba di masjid agak terlambat sebab dimanja oleh pengeras suara malah datang lebih awal. Mereka ingin tahu, mengapa suara menggelegar Syekh Yunus pagi itu tak terdengar di menara masjid? Apakah pengeras suara rusak, atau sang imam masjid sakit? Lebih heran lagi saat mereka melihat Syekh Yunus azan tanpa pengeras suara.
Usai salat, jamaah mengepung sang imam yang bingung. Apa yang harus dia jawab? Jika dikatakan pengeras suara rusak, jamaah akan tahu itu bohong. Tapi, jika dikatakan dia sengaja tak menggunakan pengeras suara khawatir hanya suara anjing yang keluar, dia bisa dianggap gila.
Abu Nuwas ngakak sendiri di belakang jamaah, tapi dia tak tega mempermainkan sang imam.
‘’Wahai Syekh Yunus Ihsanuddin Al-Karadahi yang mulia, perhatikan baik-baik,’’ jelas Abu Nuwas dengan nada bijak. ‘’Siapa bilang menggunakan pengeras suara adalah bagian dari agama? Buktinya tanpa pengeras suara, jamaah malah datang lebih awal, bahkan salat berlangsung dengan khidmat. Suara pak imam malah terdengar asli dan berwibawa.’’
Syekh Yunus menyimak, jamaah terdiam.
‘’Salat kita pagi ini membuktikan betapa Islam adalah rahmatan lil alamin. Orang-orang di luar Islam tidak terganggu seperti biasanya, tapi kita malah datang ke masjid lebih awal. Karena iman yang kuat dalam dada Anda semua, Anda semua tetap bisa bangun dan pergi ke masjid tanpa pengeras suara sekalipun,’’ lanjut Abu Nuwas.
Sebelum pergi, Abu Nuwas menyampaikan salam dari anjing untuk Syaikh Yunus. ‘’Pak Haji dapat salam dari anjing. Kata dia, besok pagi silakan pakai lagi pengeras suara itu, tapi hanya untuk azan dan salat. Selebihnya hati-hati, guuukkkk … guuuuuk,’’ kata Abu Nuwas hampir ngakak!