Ada kekeliruan substansial dalam Surat Keputusan (SK) 01/A.II.04/01/2022, tertanggal 12 Januari 2022 tentang Pengesahan Susunan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) periode 2022 – 2027.
Menurut Prof Dr H Rochmat Wahab, atas terjadinya kekeliruan itu, PBNU wajib segera melakukan revisi. Jika tidak, bisa inkonstitusional. Dampaknya, PBNU bisa kehilangan wibawa sebagai organisasi Islam terbesar di Indonesia, bahkan dunia.
“Dalam Surat Keputusan tersebut ada diktum ketiga yang bersifat otoritatif. Di samping masa berlaku, inti kalimat itu adalah apabila dalam penetapannya terdapat perubahan dan kekeliruan, maka, Surat Keputusan ini akan ditinjau kembali sebagaimana mestinya.
Diktum ini harus dipakai untuk melakukan revisi karena terdapat kekeliruan yang substansial,” demikian Prof Rochmat kepada duta.co, Jumat (14/1/22).
Menurut Ketua PWNU DIY Periode 2011 – 2016 itu, setidaknya, ada tiga masalah penting yang harus mengalami revisi.
“Pertama, tahun periode kepengurusan harus sesuai dengan keputusan Pleno ke-4 Muktamar ke-34 NU di Lampung, yakni periode 2021-2026. Bukan periode 2022 – 2027 sebagaimana tertulis dalam SK tersebut,” jelasnya.
Jangan sampai Inkonstitusional. Kedua, lanjutnya, SK pengesahan tidak boleh melibatkan Katib Aam maupun Sekjen PBNU. “Yang menandatangani pengesahan pengurus, cukup Rais Aam Syuriyah dan Ketum Tahfidziyah PBNU terpilih.
Hal ini sesuai dengan ART Bab XVII tentang Pengesahan dan Pembekuan Pengurus, pasal 52, ayat 1. Karena keduanya (yang telah terpilih dalam muktamar) sudah mendapat pengesahan dari tim formatur. Sementara Katib Aam dan Sekjen PBNU tidak terpilih dalam forum muktamar,” jelasnya.
Ketiga, soal jumlah Wakil Rais Aam atau Wakil Ketua Umum, juga harus mengacu kepada Anggaran Rumah Tangga (ART) NU. Senyampang melakukan revisi, berdasarkan ART NU pasal 22, maka, perlu sekali revisi dengan cukup menetapkan dan mengesahkan Wakil Rais Aam hanya seorang dan lainnya bisa bergeser menjadi Rais.
Demikian juga posisi Wakil Ketua Umum, cukup menetapkan dan mengesahkan seorang Wakil Ketum, lainnya bisa bergeser ke posisi Ketua.
“Nah, dengan melakukan revisi SK kepengurusan PBNU, maka, harapan kita kinerja PBNU yang baru lebih konstitusional serta memberikan kepuasan dan kewibawaan bagi kita semua,” pungkasnya. (Dikutip dari www.duta.co)