Undangan dan Soal Bahtsul Masa’il Di Kabupaten Mesuji Lampung

No       : 10/LBM/PWNU/01.07.2016
Bendel : 1(satu)
Hal      : Undangan Bahtsul Masail

Kepada Yth. Bapak
1.      Pengurus PWNU Propinsi Lampung
2.      Pengurus PC NU Se-Propinsi Lampung
3.      Pengasuh Pondok Pesantren se-Kabupaten Mesuji dan sekitarnya
Di Tempat

Assalamu’alaikum Warohmatullahi wa barokatuh

Segala puji bagi Allah SWT atas semua limpahan rahmat-Nya. Shalawat dan salam semoga tercurah kepada Rasulullah Muhammmad SAW. Selanjutnya, sehubungan dengan acara rutin Bahtsul Masail Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama Propinsi Lampung, kami memohon kesediaan Bapak untuk menghadiri dan mengirim 2 orang utusan untuk menjadi peserta pada acara tersebut, insya Allah dilaksanakan pada   :

Hari                 : Minggu
Tanggal            : 31 Juli / 26 Syawal 2016
Waktu              : 08:30 – selesai
Tempat             : Ponpes Darul Huda. Bangun Jaya. Tanjung Raya. Mesuji


Demikian surat permohonan ini kami sampaikan. Besar harapan kami, Bapak berkenan mengirim 2 orang utusan dan do’a kami semoga Bapak diberi kesehatan juga kesempatan oleh Allah SWT untuk bisa menghadiri acara tersebut. Amin.

Wassalamu’alaikum Warohmatullahi wa barokatuh




Soal Bahtsul Masa’il
Ponpes Darul Huda desa Bangun Jaya Kec. Tanjung Raya Kab. Mesuji

1.        RAZIA WARUNG MAKAN DI BULAN ROMADLON

Deskripsi Masalah ;
Indonesia adalah Negara Kesatuan dengan asas Pancasila. Banyak suku, bahasa dan agama di sana. Pada bulan Ramadlan kemaren ada kejadian yang sempat membuat semua kalangan angkat bicara. Pasalnya. Ada beberapa daerah yang mempunyai Peraturan Daerah mengenai larangan warung buka siang hari pada bulan suci Ramadhan sebelum pukul 16.00 WIB. Jika ada pelanggaran maka pemerintah daerah akan menindak tegas. Bahkan dagangannya bias disita dan pemilik warung bisa di penjara dan membayar denda.
Bunyi ayat dalam perda itu adalah, setiap pengusaha restoran, rumah makan, atau warung dan pedagang makanan dilarang menyediakan tempat dan melayani orang yang menyantap makananan dan minuman pada siang hari selama bulan Ramadhan. sanksi pengusaha yang melanggar aturan adalah kurungan penjara tiga bulan atau denda paling banyak Rp50.000.000.

Pertanyaan :
a.       Bagaimana Fiqih memandang PERDA tersebut?
b.  Bolehkah Merazia warung makan, memenjarakan pemilik warung dan menyuruhnya membayar denda sebagaimana deskripsi di atas?

2.        PENGHAPUSAN SISTEM KERJA KONTRAK DAN PENENTUAN UPAH MINIMUM

Deskripsi Masalah
Bisa dikatakan setiap tahun atau bahkan setiap ada moment-moment tertentu, serikat buruh dan para buruh demonstrasi, menuntut hak-haknya pada pemerintah. Mereka menuntut agar dihapuskan sistem kerja kontrak dan upahnya dinaikkan.
Di sisi lain pengusaha pun kebingungan. Tidak mungkin pengusaha menerima aturan pengahapusan sistem kerja kontrak tanpa dipilah kualitas pekerjanya—disamping biaya produksi membengkak karena harus menggaji karyawan tetapnya secara terus-menerus.

Pertanyaan:
a.   Bolehkan pemerintah membuat aturan penghapusan sistem kerja kontrak dalam pandangan fiqih?
b.      Bolehkan pemerintah menentukan Upah minimum kepada setiap pengusaha?

3.        AL-BANJARI MASA KINI

Deskripsi masalah
Akhir-akhir ini al-banjari mulai naik daun disebabkan mereka (tim banjari) telah menggunakan alat kontemporer. misalnya: kaltim dan lagu-lagunya sangat indah, tetapi dari lagu-lagu  yang mereka tampilkan  masih sedikit mengganjal di lubuk hati, sebab bernuansa ke barat-baratan seperti lagu piala dunia, serta peserta lain ada yang bernuansa india barat dicampur lagu-lagu band yang digunakan untuk sholawat diba’, ada lagi burdah sekaligus lagu-lagu al-banjari lainnya bernuansa berbeda-beda, bahkan di antara personelnya ada yang  campuran  antara laki-laki dan perempuan (vocal; perempun, pemukul terbang; laki-laki).

Pertanyaan:
a)    Bagaimana hukum melantunkan sholawat al-banjari, sholawat  diba’, atau burdah dengan lagu-lagu  india, band, dan sebagainya ?
b) Dan bagaimana pula hukumnya bila dalam al-banjari tadi terdapat اختلاط antara laki dan perempuan?

4.      GAMBAR ULAMA’ TEMPO DULU

Deskripsi Masalah
Semakin akhir zaman, semakin lengkap. Para pecinta foto-foto serta lukisan para ulama tempo dulu banyak dan mudah diakses lewat internet bahkan sering dijual pada beberapa toko atau padagang asongan. Tak luput pula foto-foto sahabat yang empat, juga banyak ditemukan. Banyak para pedagang memanfatkan dengan ikut serta memperjualbelikan untuk menunjang ekonomi mereka. Entah darimana foto-foto dan lukisan itu berasal, apakah mungkin dari mimpi, memperagakan dari kitab atau asal asalan. 

Pertanyaan :
a)    Bagaimanakah hukum memperjualbelikan foto foto dan lukisan di atas ?
b)   Bagaimana pula hukum menyimpan dan memajangnya di dinding rumah ?

5.        TANGGUNG JAWAB ORANG TUA

Deskripsi Masalah
Sebagaimana maklum diketahui dalam literatur salaf bahwa orang tua berkewajiban mengajari dan memerintahkan anaknya untuk menjalani ibadah-ibadah fardlu beserta syarat rukunnya seperti shalat, puasa, dll. ketika si buah hati sudah berumur 7 tahun. Lebih dari itu, wajib juga mengajarkan amaliyyah syari’at yang jelas jelas (syarai’ ad-dzahirah) seperti ajaran bersiwak.
Suatu malam di saat Pak Budi menelaah kitab Sullam At-taufiq, beliau merasa ada suatu kewajiban yang belum ia jalankan tepatnya kewajiban seperti di atas (memerintahkan anaknya shalat). Namun ia merasa bingung ketika akan memerintahkan anaknya untuk melaksanakan sholat, sementara anaknya belum di-khitan. Padahal anak yang belum di-khitan masih membawa najis di dalam kunclup-nya (Jawa). Sementara itu khitan belum diwajibkan jika belum berusia baligh. Pak Budi bimbang, kalau tetap diperintah, apa ya tidak sama seperti memerintahkan orang shalat dengan membawa najis ?. Kalau tidak diperintahkan, padahal sangat jelas itu adalah kewajiban orang tua terhadap anaknya. Sempat terpikir di benak hati Pak Budi, apakah Ia wajib menyunat anaknya terlebih dahulu sebelum diperintahkan shalat.

Pertanyaan :
a)  Apa yang harus dilakukan Pak Budi sebagaimana dalam deskripsi di atas ? Apakah tetap wajib memerintahkan anaknya untuk shalat meskipun belum di-khitan, atau wajib di-khitan terlebih dahulu ?
b)   Sejauh mana batasan syarai’ al-zhahirah yang wajib diajarkan orang tua terhadap anaknya ?

6.        SANTRI  PUTRI  KELUAR PESANTREN

Diskripsi masalah
Menuntut ilmu adalah sebuah kewajiban bagi setiap manusia, tak terkecuali Neng Maya. Ia seorang gadis yang merupakan purri Kh. Ahmad yang terkenal dengan kealirnannya di daerah Bandung Jawa Barat. Sedangkan Neng Maya sendiri dikenal sebagai wanita yang cantik, pintar, cerdas, sopan dan taat. Karena sifat taat, Neng Maya memenuhi perintah kedua orang tua untuk menuntut ilmu di salah satu pesantren  di bawah asuhan KH. Shofyan yang notabene adalah sahabat ayahnya sendiri. Hal ini disebabkan karena beliau menginginkan agar putri tercintanya dapat menyelesaikan pendidikan di pesantren yang lebih  berkwalitas. Di pesantren ini Neng Maya memiliki nilai akademis yang sangat memuaskan, sehingga Neng Maya sering mendapat mandat untuk mengikuti perlombaan atau bahtsul masail di Iuar daerah yang didampingi pengurus atau teman sendiri. Perlu diketahui juga bahwa madrasah dan toko di pesantren Neng Maya ini berada di Iuar area pesantren, sehingga ketika santri putri akan mengaji atau belanja, mereka harus keluar dari Iingkungan pesantren tersebut.

Pertanyaan :
a.  Seperti realita dibanyak pesantren, siapakah yang bertanggung jawab untuk mendidik dan mengawasi santri baik di dalam maupun di Iuar pesantren?
b.      Bagaimana hukum seorang santri putri mengikuti event seperti bahtsul masail atau perlombaan di luar daerah, baik bersama pengurus atau teman sesama santri?
c.    Apakah yang menjadi batas area pesantren sehingga santri putri tidak diperbolehkan keluar dari batas tersebut?


Bandar Lampung, 01 Juli 2016
adatangan.jpgPW-LBMNU Propinsi Lampung
Ketua                                               Sekretaris




MUNAWIR                                   AGUS MAHFUDZ

Mengetahui,
Pengurus NU Propinsi Lampung                                Penasehat LBM dan MMPP Propinsi Lampung




KH. RM. SHOLEH BAJURI                                  KH. MUHSIN ABDILLAH