Patah Hati dan Cara Mengatasinya

Patah hati adalah suatu metafora umum yang digunakan untuk menjelaskan sakit emosional atau penderitaanmendalam yang dirasakan seseorang setelah kehilangan sesuatu atau orang yang dicintai, melalui kerusakan, terpisah secara fisik, kematian, perceraian, putus hubungan atau penolakan cinta.

Patah hati biasanya dikaitkan dengan kehilangan seorang anggota keluarga atau pasangan hidup, meski kehilangan orang tua, anak, hewan peliharaan, orang yang dicintai atau teman dekat bisa "mematahkan hati seseorang", dan sering dialami ketika sedih dan merasa kehilangan. Frasa ini mengarah pada sakit fisik yang dirasakan seseorang di dada sebagai dampak kehilangan tersebut, tetapi ada pula perpanjangannya yang meliputi trauma emosional ketika perasaan tersebut tidak dialami sebagai wujud sakit somatik. Meskipun "patah hati" biasanya tidak memberi kerusakan fisik apapun pada jantung, ada sebuah kondisi bernama "sindrom patah hati" atau kardiomiopati Takotsubo, yaitu ketika sebuah insiden traumatik mendorong otak untuk menyalurkan zat-zat kimia ke jaringan jantung yang melemah.

Setidaknya ada tiga efek akibat dari patah hati ini. Yaitu, timbulnya perasaan sedih dan kecewa. Ini masih wajar selama perasaan ini tidak berlarut-larut dan mempengaruhi kehidupan secara umum. Dia cepat bangkit dan move on lain. Yang bahaya saat patah hati mengakibatkan putus asa. Dia menyerah dan tidak pernah berharap lagi. Ini yang tidak boleh. Putus asa adalah dilarang oleh Allah. Yang paling bahaya adalah saat patah hati membawa diri ke arah perbuatan dosa, seperti bunuh diri atau lari ke minum-minuman keras, obat-obatan terlarang dan lain-lain.

Kunci agar kita tidak patah hati adalah dengan keyakinan bahwa Allah selalu memberikan yang terbaik bagi kita. Itu saja. Sehingga apa pun yang terjadi bagi kita, itulah yang terbaik bagi kita. Meski pun rasanya pahit, getir, dan perih, justru itu untuk kebaikan diri kita. Karena Allah lebih mengetahui daripada kita sendiri terhadap apa yang terbaik untuk kita.

Kalau boleh diibaratkan seperti orangtua yang melarang anak kecilnya bermain air seharian, atau air comberan, atau bermain-main dengan senjata tajam atau hal-hal lain yang membahayakan. Mungkin  itu bisa sangat menyenangkan hati anak kecil itu, tapi tidak baik bagi diri dan kesehatannya.

Tidak selamanya yang kita sayang, yang kita sukai, yang kita banggakan, dan yang kita miliki adalah yang terbaik bagi kita. Justru sebenarnya sebaliknya sehingga Allah melepaskannya dari diri kita. Tidak selamanya yang kita benci, yang kita tidak sukai, yang kita hindari selama ini atau yang kita musuhi sekali pun adalah yang tidak baik bagi kita. Justru sebenarnya sebaliknya Sehingga Allah memberikannya kepada kita.

Ingat ayat ini: “Boleh jadi kamu membenci sesuatu padahal ia amat baik bagimu dan boleh jadi pula kamu menyukai sesuatu padahal ia amat buruk bagimu, Allah mengetahui sedang kamu tidak mengetahui” (Qs. Al-Baqarah : 216)