Dalam buku Jauh di Mata Dekat di Hati; Potret Hubungan Indonesia – Mesir terbitan KBRI Kairo, disebutkan bahwa pada tahun 1850-an di komplek Masjid Al Azhar telah dijumpai komunitas orang Indonesia. Hal ini ditunjukkan dengan adanya Ruwak Jawi (hunian bagi orang Indonesia). Selain Ruwak Jawi, di masjid ini juga terdapat tiga Ruwak lain, yakni Ruwak Atrak (Turki), Ruwak Syami (Suriah) dan Ruwak Maghorobah (Maroko).
Tercatat di buku terbitan tahun 2010 itu, bahwa KH Abdul Manan Dipomenggolo ( kakek dari Syaikh Mahfudz Attermasi) adalah salah satu pelajar pertama Indonesia yang tinggal di Al Azhar Mesir, sekitar tahun 1850 M. Selama di Negeri Piramid, beliau berguru kepada Grand Syeikh ke-19, Ibrahim Al Bajuri. Jadi wajar di tahun-tahun itu ditemukan kitab Fath al-Mubin, syarah dari kitab Umm al-Barahin yang merupakan kitab karangan Grand Syeikh Ibrahim Bajuri mulai dibaca di beberapa pesantren di Indonesia.
Pengembaraan KH Abdul Manan Dipomengolo dalam menuntut ilmu di timur tengah kelak diikuti oleh generasi selanjutnya, yaitu KH Abdullah (Putra KH. Abdul Manan Dipomengolo), Syaikh Mahfudz Attarmasi, KH Dimyathi Tremas, KH Dahlan Al Falaki Tremas (Ketiganya kakak beradik, Putra KH Abdullah) yang menuntut ilmu di Makkah.
KH Abdul Manan Dipomengolo telah berhasil meletakkan batu landasan sebagai pangkal berpijak ke arah kemajuan dan kebesaran serta keharuman pondok pesantren di Nusantara. Kegigihannya dalam mendidik putra-putranya sehingga menjadi ulama-ulama yang tidak saja menguasai kitab-kitab yang dibaca, lebih dari itu, juga berhasil menyusun berbagai macam kitab dan memiliki kontribusi besar terhadap perkembangan dunia Islam, seperti Syaikh Mahfudz, seorang ulama besar Nusantara, Malaysia, dan Thailand yang pernah menjadi imam Masjidil Haram dan pemegang sanad Shoheh Bukhori-Muslim.
Beliau dikenal multidisipliner mulai fiqih, hadits, tafsir, dan utamanya ilmu falak, setelah belajar di al Azhar beliau menuju Makkah dan menjumpai kakaknya untuk pamit pulang ke Tremas, namun menjelang pulang bersama Syekh Hasan Asy’ari beliau diberi pesan untuk mampir ke Darat Semarang mengunjungi Syekh Mohammad Sholeh Darat, setelah beliau sampai di Darat ternyata beliau di nikahkan dengan putri gurunya dan diminta membantu beliau mengajar, di Darat inilah beliau mengajar termasuk ilmu Falak dan menyelesaikan 2 buah kitab falak yaitu Tadzkiroh al Ikhwan yang selesai ditulis tahun 1901, dan kitab Bulugh al Wathar yang selesai ditulis tahun 1903, diperkirakan masih ada beberapa karya beliau yang lain mungkin masih ada namun sudah hilang seperti yang tercatat dalam catatan pengajian Falak KH. Marwah Dahlan Nganjuk yang mendapat pengajian langsung dari K. Abu Bakar Kediri yang merupakan murid beliau, dalam catatan K. Abu Bakar selalu tertulis kata Syaikhani yang maksudnya adalah Syekh Shaleh Darat dan Syekh Ahmad Dahlan.
Maka sangat wajar bila nama KH Abdul Manan Dipomengolo, pelajar Indonesia pertama di Al Azhar Mesir dan pendiri Pesantren Tremas disebut sebagai peretas jejaring intelectual chains generasi ulama-ulama nusantara.
Kutipan dari : pondoktremas.com