Ilustrasi (Foto: ANTARA FOTO/Maulana Surya)
Jakarta - Muncul kemungkinan terjadi perbedaan awal Ramadan 1443 H karena metode penetapan yang digunakan tidak sama, ada yang mengawali Ramadan di tanggal 2 April, tetapi ada juga yang kemungkinan mengawali puasa pada 3 April. Kementerian Agama (Kemenag) meminta masyarakat menunggu hasil sidang isbat terkait perbedaan tersebut.
"Kita tunggu hasil sidang isbat," kata Direktur Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah Kemenag Adib, dalam keterangannya, Kamis (31/3/2022).
Sdang Isbat awal Ramadan 1443 H akan digelar pada 1 April 2022, bertepatan dengan 29 Syakban 1443 H. Sidang isbat akan digelar Kementerian Agama, sebagaimana amanah fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) No 2 Tahun 2004 tentang Penetapan Awal Ramadhan, Syawal, dan Zulhijah.
Sementara itu, terdapat 4 hal yang diatur dalam fatwa MUI tersebut. Pertama, penetapan awal Ramadan, Syawal, dan Zulhijah dilakukan berdasarkan metode rukyah dan hisab oleh Pemerintah RI cq Menteri Agama dan berlaku secara nasional.
Kedua, seluruh umat Islam di Indonesia wajib menaati ketetapan Pemerintah RI tentang penetapan awal Ramadan, Syawal, dan Zulhijah. Ketiga, dalam menetapkan awal Ramadan, Syawal, dan Zulhijah, Menteri Agama wajib berkonsultasi dengan Majelis Ulama Indonesia, ormas-ormas Islam dan instansi terkait.
Keempat, hasil rukyat dari daerah yang memungkinkan hilal dirukyat walaupun di luar wilayah Indonesia yang mathla'nya sama dengan Indonesia dapat dijadikan pedoman oleh Menteri Agama RI.
Sidang Isbat akan dihadiri oleh MUI, perwakilan ormas Islam, DPR, sejumlah duta besar negara sahabat, serta kementerian dan lembaga terkait. Kementerian Agama berperan sebagai fasilitator bagi para ulama, ahli, dan cendekiawan untuk bermusyawarah menetapkan awal Ramadan, Syawal, dan Zulhijah. Forum ini sekaligus menjadi sarana untuk berdiskusi.
"Sidang Isbat selama ini menjadi sarana bertukar pandangan para ulama, cendekiawan, maupun para ahli terkait penetapan awal Ramadan, Syawal, dan Zulhijah. Hasil sidang isbat ini akan segera diinformasikan kepada masyarakat agar bisa dijadikan sebagai pedoman," tutur Adib.
Sementara itu, mengenai adanya potensi perbedaan, Adib mengatakan potensi itu bisa saja ada. Sebelumnya, juga pernah terjadi perbedaan awal Ramadan, Syawal, dan Zulhijah. Hal itu bisa terjadi karena adanya perbedaan metode penetapan. Ada yang menggunakan metode Hisab Wujudul Hilal, ada yang menggunakan Imkanur-Rukyat.
"Jika pun ada beda awal Ramadan, sudah semestinya kita mengedepankan sikap saling menghormati agar tidak mengurangi kekhusyukan dalam menjalani ibadah puasa," ungkapnya.
Kasubdit Hisab Rukyat dan Syariah Kemenag Ismail Fahmi menjelaskan, pada hari pelaksanaan rukyat atau pemantauan, ketinggian hilal di seluruh wilayah Indonesia sudah di atas ufuk, berkisar antara 1 derajat 6,78 menit sampai dengan 2 derajat 10,02 menit. Fakta ini yang menjadi dasar bagi mereka yang menggunakan metode Hisab Wujudul Hilal untuk menetapkan awal Ramadan bertepatan 2 April 2022.
Sementara Kemenag, sebagaimana fatwa MUI, menetapkan awal Ramadan, Syawal, dan Zulhijah berdasarkan metode Hisab dan Rukyat. Hasil perhitungan astronomi atau Hisab, dijadikan sebagai informasi awal yang kemudian dikonfirmasi melalui metode Rukyat (pemantauan di lapangan).
"Posisi hilal pada kisaran 1 sampai 2 derajat ini cukup krusial dalam konteks rukyat atau pemantauan. Apalagi, kriteria baru yang disepakati MABIMS (Menteri-Menteri Agama Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, dan Singapura), awal bulan masuk jika posisi hilal saat matahari terbenam sudah 3 derajat dan elongasi 6,4 derajat. Dalam konteks inilah ada potensi perbedaan awal Ramadan," jelasnya.
"Sidang Isbat akan menunggu laporan hasil pemantauan hilal, apakah ada yang melihat ataukah tidak. Selanjutnya, peserta sidang akan bermusyawarah untuk menentukan awal Ramadan. Jadi, mari tunggu pengumuman hasil dari Sidang Isbat," imbuhnya.
Dikutip dari Detik.Com